Kamis, 02 November 2017

Malaikat Penolong Memang Benar Adanya

Emm, berbicara tentang hal ini. Semua pasti pernah menemukannya. Baik secara kebetulan, ataupun tidak. Begitupun dengan aku, menemukan manusia yang belum atau sudah kenal, lalu membantu ketika aku dihadapkan pada kesulitan, meskipun terkadang hal itu terjadi diluar logika sekalipun.

Yaa, tepat tahun lalu dimana aku masih sibuk kuliah semester akhir, menuju Skripsi. Aku memutuskan untuk tidak ngekos lagi sejak semester 5, sebab jumlah SKS yang tersisa hanya mata kuliah Skripsi dan Metode Penelitian 2. Jadi, aku memilih untuk PP alias Pulang-Pergi dari rumah ke kampus, yang menempuh perjalanan selama 1 jam jika kondisi perjalanan lengang dan kecepatan 70-80 km/jam dengan mengendarai sepeda motor.

Jika kuliah mulai pukul 7.30, terkadang berangkat pukul 06.00 pagi dengan tujuan berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal di jalan, bisa telat kuliahnya. Tidak jarang, sudah sampai kampus kedinginan dan dosen berhalangan hadir, hehe terkadang dunia perkuliahan sekonyol itu. Hingga pada akhirnya, tibalah dimana aku harus lebih berjuang dan berubah nama menjadi "Pejuang Skripsi."  Hari-hari yang semula berkumpul dengan teman itu mudah, nyatanya jika sudah punya kewajiban memperjuangkan hak kelulusan, akan sibuk masing-masing.

Menyatukan jadwal dengan dosen pembimbing bukanlah hal yang mudah, mahasiswa bisa bimbingan, dosennya yang lagi sibuk, ini itu segala macam. Bukan hal yang jarang juga, ketika sudah sampai kampus, mood  dosen sedang tidak baik dan membatalkan jadwal bimbingan secara tiba-tiba. Memang benar terkadang, bahwa keputusan dosen seperti dewa. Dapat berubah sewaktu-waktu dan terkadang menyulitkan nasib mahasiswa yang sudah bersemangat penuh mengejar wisuda.

Aku nyaris menyerah, ketika dua minggu tidak menghasilkan apapun karena kesibukan dosennya. Sedangkan, temen-teman yang lain sudah ada yang seminar proposal dan sudah menuju penelitan. Lalu aku? hampir tertinggal jauh sekali. Menangis karena batinnya juga lelah sudah sering kulakukan. Kehujanan. kepanasan, demam, masuk angin, magh kambuh, itu hal biasa selama memperjuangkan hal ini. Sering berangkat pagi lalu pulang petang dan tidak ada hasil yang membahagiakan. Bukannya kurang bersyukur, tapi menjadi tegar dan kuat bukan hal yang mudah.

Dalam perjalanan, aku akan melewati beberapa daerah yang sepi dan rawan. Mayoritas penduduknya Lampung yang lumayan keras, sering terjadi perang juga disana. Bahkan, saat aku melintas jalan itu, jalanan brgitu ramai polisi dan brimob yang bertugas. Aku benar-benar sendiri hanya ditemani jantung yang berdegup lebih cepat layaknya orang yang sedang dilanda asmara.

Sialnya lagi, motorku pernah bocor di daerah tersebut sekitar pukul 17.00 sore hari dalam perjalanan pulang. Hal yang menyedihkan adalah, tempat tambal ban yang jauh dari lokasi kejadian, aku bertanya pada orang sekitar. Mereka berkata bahwa tempat tambal ban masih 1 kilometer lagi, dan belum tentu masih buka sore begini.

Masya'Allah, beruntungnya saat itu aku tidak sendirian, aku ditemani saudaraku. Rasa bingung, takut dan lain sebagainya meliputi pikiranku, sesore itu harus mencari tempat tambal ban. Tiba-tiba, malaikat penolong datang, mengantarkanku ketempat tambal ban yang terletak di sekitar TKP. Beliau adalah seorang bapak-bapah paruh baya, aku lupa bertanya namanya. Saat kami tiba di bengkel sekaligus tempat tambal ban tersebut, beliau bilang, "dek, jangan keluarin handphone ya?", awalnya aku bingung, mengapa demikian, namun aku hanya menganggukkan kepala menunjukkan "iya."

Memang, saat itu sudah pukul 17.25 dan bengkel ramai sekali dipenuhi pemuda-pemuda yang sedang ngobrol menggunakan Bahasa Lampung asli, dan aku kurang paham artinya. Beliau tiba-tiba bercerita, "disini daerah rawan dek, anak-anak kecil, bujang-bujangnya bawa badik (senjata tajam sejenis pisau kecil), dulu pernah ada dua perempuan juga di begal, diminta motornya, tapi mereka ngelawan, akhirnya sama begalnya dibacok, meninggal dek."

Setelah mendengarnya, aku dan temanku saling bertatap mata dan menelan ludah. Bagaimana tidak, kami berada di daerah rawan, hanya berdua dan perempuan, tidak ada yang dikenal. Aku meminta bapak itu untuk meninggalkan kami, namun beliau menolak. Alasannya adalah, "dek, kalo kalian ditinggalin disini, bahaya dek, udah gapapa aku tungguin sampek selesai.Subhanallah, mungkin Allah benar-benar mengirimkan malaikat penolong untuk kami.

Hingga pada akhirnya, ban motorku sudah selesai ditambal pukul 18.30. Aku mengucapkan terimakasih ke pada bapak yang sudah menolong kami, memberikan sedikit uang sebagai ucapan terimakasih atas bantuannya, ya itung-itung buat beli rokok, namun beliau menolaknya dengan alasan ikhlas menolong kami.Bapak itu luarbiasa baiknya, semoga kebaikan pun selalu meliputi beliau.

Kami melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit lagi menuju rumah dan sampai sekitar pukul 19.10. Pengalaman memang mahal harganya, selalu tersimpan dalam pikiran selamanya. Sesampainya dirumah, aku menceritakan kepada ibu dan bapak, ibu berkata, "apa yang kamu tanam, itu yang kamu dapatkan ndok." Ibu mengajarkan selalu bersikaplah baik kepada semua orang, maka kebaikan akan berbalik kepadamu, walaupun jika nanti yang membalas bukan yang pernah dibantu.

Selang beberapa bulan kemudian, sepulang aku bimbingan skripsi, ibu menelpon aku dengan tujuan menitip untir-untir beberapa kilo. Aku membawa uang 150 ribu rupiah, tidak banyak uang yang aku bawa saat itu. Sebab, perkiraanku uang itu akan tersisa jika hanya dikurangi untuk makan siang dan mengisi bensin saja untuk perjalanan pulangnya. Ternyata, perkiraanku salah, aku telah gagal menjadi seorang dukun.

Setelah membeli titipan ibu, makan siang dan bensin, uang yang tersisa didompet hanyalah 12 ribu rupiah. Harapan terbesar adalah, semoga di perjalanan tidak ada halangan apapun dengan persiapan uang sekian. Namun, mungkin Allah sedang menguji nyaliku saat itu, motorku kembali bocor di daerah sepi penduduk. Tempat tambal pun sangat jarang ada, jika pun ada, sangatlah sepi dan menakutkan bagiku, sebab aku perempuan dan hanya seorang diri.

Dengan berat hati, aku nekad saat itu, membiarkan motorku dalam keadaan bocor untuk terus kukendarai hingga menemukan tempat tambal ban di daerah yang tidak sepi dan rawan. Aku melewati jalan yang dipenuhi dengan pepohonan, hanya ada sedikit rumah disana. Selain itu, aku melewati lagi daerah kejadian perang yang kuceritakan sebelumnya. Ingin rasanya aku berhenti dan menambal ban motorku. Sebab, mengendarai motor dengan ban belakang bocor sangatlah tidak nyaman dan menakutkan. Namun nyaliku belum mampu untuk berhenti dan menanggung risiko lebih besar, jika harus sendirian di bengkel tersebut.

Aku terus mencoba bertahan dengan kondisi ban yang semakin tidak nyaman. Hingga akhirnya kawasan rawan sudah kulewati, dan aku menemukan tempat tambal ban, Alhamdulillah. Selama ban motorku ditambal, yang ada dalam benakku adalah, semoga ongkos-nya a tidak lebih dari 12 ribu. Karena biasanya ongkos menambal ban hanya 5 ribu rupiah.

Hingga hampir 30 menit kumenunggu, orangnya bilang, "mba, ini ban-nya sudah tidak bisa ditambal lagi, karena pakunya sudah tembus sampai ban dalam, bisanya harus ganti ban dalem ongkos-nya 35 ribu rupiah, gimana?." Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya aku mengiyakan tawaran tersebut dan segera menghubungi keluarga untuk mengantar uang, namun tidak ada yang dapat dihubungi, karena hari itu bertepatan dengan sepasaran bayi anak ke dua kakak perempuanku, jadi mereka sangatlah sibuk dan tidak ada yang memegang handphone.

Setelah beberapa menit kemudian, ban motor sudah selesai ditambal, namun aku belum mendapatkan tambahan uang. Akhirnya aku bicara apa adanya kepada pemilik bengkel, dan bernego untuk meninggalkan KTP dan aku akan kembali membayar ongkos kurangnya. Namun, beliau tidak percaya begitu saja, karena beliau sudah pernah ditipu, ditinggalkan KTP namun orangnya tidak kembali lagi. Ya Tuhan, ternyata memang tidak semua orang akan percaya kepada  diri kita, terutama orang yang baru kenal.

Dua sahabatku kuliah berniat menjemputku, namun aku menolaknya. Sebab, jaraknya lumayan jauh jika mereka menjemputku setengah perjalanan lebih. Akhirnya, aku mempunyai ide untuk chat grup PMR SMA-ku dan meminta tolong kepada mereka. Cukup lama aku menunggu balasan chat-nya, mungkin karena mereka belum pulang sekolah dan handphone  masih dinonaktifkan dan diletakkan didalam loker kelas. Tiba-tiba ada yang merespon chat-ku namun tidak bisa membantu, karena hari itu sedang ekstra PMR di sekolah. Tiba-tiba ada yang menelponku.

"Kak Tina, dimana?, ini Johan."

"Di ******g dek, bisa minta tolong?," kuceritakan dengan jelas apa yang sedang terjadi.

"Iya kak, tunggu sebentar ya, saya OTW," ia matikan telpon itu dengan segera.

Aku menghela nafas lega. Lagi-lagi ada malaikat penolong yang dikirim Allah untukku, Alhamdulillah, Allah sungguh baik. Waktu yang dibutuhkan dari rumahku ke tempat tambal ban itu sekitar 25-30 menit. Tiba-tiba siang yang terik itu, pahlawankum Johan datang dengan jaket putih, celana levis pendek dan tidak mengenakan helm. Wajah bahagiaku kembali muncul, bagaimana tidak, mungkin jika tidak ada dia, bisa sampai sore aku menunggu bantuan datang. Dia memberikan uangnya lalu mengiriku dibelakang pelan-pelan sampai rumah. Alasannya, ngejaga kak Tina dari belakang, kalo ada apa-apa lagi nanti.

Johan adalah anggota PMR angkatan XVI, selisih enam angkatan dariku. Kami kenal belum begitu lama, sebab kala itu dia masih baru resmi dilantik menjadi anggota PMR angkatan XVI. Berbincang dengannya pun hanya beberapa kali dan itu tidak secara personal. Yang terlintas dalam benakku adalah, ketika orang yang baru kukenal dalam hitungan hari, rela ngejemput jauh demi nolongin kakak PMR-nya yang baru ia kenal. Aku sempat terharu dan mengucapkan banyak terimakasih kepadanya.

Sesampainya dirumah, aku menghubungi Johan dan mengucapkan terimakasih kembali. Jika tidak ada dia, entah  bagaimana nasibku. Karena kejadian itu, aku dan Johan berhubungan akrab hingga saat ini. Bahkan hingga hari ini, Johan dan salah satu sahabatnya, Ricky adalah dua diantara banyak anggota yang masih selalu setia loyal dalam hal apapun, terutama tolong menolong. Mereka adikku, saudaraku, malaikat penolongku.

Sungguh, dalam hidup belajarlah terus untuk berbuat baik, sebab ia adalah bibit yang terus kau rawat selama hidup. Lalu ketika berbuah, segeralah kau cicip. Manis atau pahit, itulah hasil jerih payah mu selama ini. Tidak ada kerugian bagi siapapun yang berbuat baik, bukankah hidup hanya sekedar menanam dan memanen.

"You Get what You Gave" 
Kamu akan mendapatkan apa yang telah kamu berikan.




Kiri (Johan Mega) dan Kanan (Ricky Vicra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dream, Wake up, Prove It!

Di setiap kehidupan, Tuhan selalu memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk bahagia. Definisi bahagia, salah satunya adalah dapat m...