Jumat, 22 Desember 2017

Shaka


Cinta itu kayak marmut lucu, warna merah jambu. Yang berlari disebuah roda, seolah berjalan jauh, tapi gak kemana-mana, gak tau kapan berhenti, Ku jatuh cinta.

Sebait lirik lagu yang membuatku tersenyum di depan layar laptop. Malam itu, aku buka kembali folder folder lawas di galeriku, berisi banyak foto, screenshotan tentang dia, yang sudah lama tak ku jumpai. Jika diminta untuk menceritakan cinta pertama, aku tidak tahu kapan dan siapa orangnya. Mungkin ada satu yang berkesan hingga saat ini, sebut saja Shaka.

Cinta pertama, aku mulai saat di bangku SMA kelas XI, dengan dia yang baru saja diterima di satu SMA yang sama denganku. Bermula hari terakhir MOS, setiap ekstrakurikuler wajib menampilkan parade (pengenalan ekstrakurikuler). Aku melihatnya, dengan topi kardus dan name tag menggantung di lehernya. Saat parade selesai, aku memutuskan untuk makan di kantin sekolah. Karena di SMA ada sebuah adat kesopanan, dimana setiap siswa baru yang biasa disebut menjadi siswa junior wajib menyapa kakak kelasnya.

“Selamat pagi kak,” sapanya dengan senyuman.

“Pagi,” jawabku dengan membalas senyuman itu.

**********

Tahun Ajaran baru dimulai, setiap siswa baru wajib memilih salah satu ekstrakurikuler yang akan ditekuninya. Saat itu, jadwal piketku menjaga basecamp selama waktu pendaftaran ekstra dibuka dan Shaka, mendaftarkan dirinya di ekstra yang sama denganku.

“Permisi kak, mau mengantarkan formulir,” kata Shaka sembari menyodorkan selembar kertas.

“Oh iya, nanti silahkan ikut kumpul ya, hari Jum’at,” jawabku dengan ramah.

**********

Hari Jum’at telah tiba, agendanya adalah Welcome to *****”, aku sebagai salah satu pengurus di ekstra itu, mengenalkan diri di depan kelas. Kami sharing bersama, menceritakan pengalaman kepada mereka, anggota baru. Setiap kakak Senior wajib menuliskan nomor handphone di papan tulis, guna memudahkan anggota baru ketika bingung atau ingin lebih dekat dengan semua kakak angkatan. Shaka adalah salah satu junior yang aktif dan antusias di dalam ekstra, membuatku respect kepadanya.

Ternyata Shaka adalah teman sekelas adik ponakanku, yang kebetulan juga tidak jauh rumahnya denganku. Akses kami untuk berkomunikasi semakin mudah, dia mengirim pesan untuk pertama kalinya.

“Maaf kak, saya Shaka, mau bertanya hari Jum’at besok apakah ekstra?,” sapanya melalui pesan singkat.

“Iya dik, tolong informasikan kepada teman-teman yang lainnya ya?,” balasku.

“Siap laksanakan kak hehe,” jawabnya.

***********

Semakin hari kami semakin dekat, entah bagaimana awal mulanya, kami menjadi sering chatting. Bahkan ia pun juga sering silaturahmi ke rumahku. Mungkin itu salah satu alasan, mengapa aku dan keluargaku bisa sangat akrab dengannya. Hingga tanpa kami sadari, ada sebuah rasa yang mulai aneh didalam hati. Shaka dan aku hanya terus diam tentang perasaan, namun terlihat sama-sama memiliki hal itu. Karena ada sebuah prinsip di ekstra kami, dilarang pacaran dengan anggota ekstra yang sama.
Sempat suatu hari dimana aku sedang berulang tahun, tiba-tiba ia datang memberiku sebuah kejutan dengan kado jam  tangan couple yang telah ia bawa. Ibu dan bapak mengetahui hal itu sambil tersenyum.

“Kha, kok repot-repot,” ucap Ibu.

Mboten buk, namung kado alit,” jawabnya dengan sopan.

Shaka sama sekali tidak canggung ketika berbincang dengan orangtuaku, bahkan orangtuaku sudah menganggap Shaka seperti anaknya sendiri, mengajak makan bersama, sudah bukan hal yang awam lagi untuk keluargaku. Tiba dimana Shaka mengajakku bertemu, untuk membicarakan sesuatu yang penting ujarnya. menyatakan perasaannya kepadaku saat itu, mengucapkan semua yang ia rasakan selama ini tanpa ada jeda di hadapanku.

“Mbak, boleh gak aku punya rasa yang lebih? Boleh gak aku punya rasa sama orang yang udah aku anggep keluarga?,” tanya Shaka serius.

“Boleh aja lah, asal gak sedarah kan gak haram Kha,” jawabku dengan santai.

Yaudah Mbak, makasih udah ngizinin punya rasa itu,” jawab Shaka dengan tersenyum

Sekujur tubuhku serasa kaku, mataku tak berkedip sedikit pun. Masih tak percaya dengan apa yang diucap Shaka. Aku yang berusaha memendam, dia justru terbuka. Perihal rasa, orangtuaku pasti lebih paham mengenai hal ini, Shaka adalah pria pertama yang aku kenalkan kepada Ibu dan Bapak. Mungkin dapat disimpulkan bagaimana kedekatan aku, Shaka, dan keluarga.

Aku dan Shaka memutuskan untuk tetap berteman baik tanpa sebuah ikatan. Prinsip kami adalah, “Jika jodoh tidak akan tertukar.” Namun selama hampir dua tahun aku mengenalnya, aku tidak merasakan sedih sekalipun, dia yang selalu mengingatkanku untuk lebih dekat dengan Allah setiap harinya, bahkan membangunkanku untuk saur ketika bulan Ramadhan. Hingga aku yang terlalu percaya bahwa dia adalah pria dengan agama yang cukup baik.

“Kha, kemana? Kok seharian ga SMS?,” tanyaku melalui SMS.

“Baru pulang dari ibadah, maaf baru sempet ngabarin,” jawabnya.

“Ibadah? Dimana?,” balasku semakin penasaran.

“Iya, sembahyang di Vihara,” balasnya.

Aku letakkan handphone ku diatas tempat tidur, melamun sejenak. Agama dia apa? Kok sembahyang?. Beberapa jam kemudian, aku mengirimkan SMS ke salah satu teman dekatnya Shaka.

“Dik, mau tanya,” ucapku.

“Apa kak?,”jawabnya.

“Agamanya Shaka apa sih?.”

“Budha kak.”

Aku terdiam sangat lama, hingga aku merasakan seperti wanita bodoh malam itu. Shaka, yang tiap kali teman-temannya sholat di masjid, ia selalu mengikuti ke masjid. Tiap kali puasa Ramadhan, ia bagaikan orang yang sedang puasa, bahkan setiap kali sholat 5 waktu, ia selalu mengingatkanku.  Namanya pun tidak mengandung makna Budha sedikitpun, bahkan setiap kali ekstra, dimana ia sudah dilantik menjadi Ketua Ekstra, ia selalu mengucapkan salam dengan baik. Lalu, bagaimana rasa curiga akan muncul, jika dia bersikap seperti seagama denganku. 

Sepertinya hanya aku yang benar-benar tidak mengetahui hal sepenting itu. Shaka adalah orang yang baik, sabar, dan luar biasa pengertian, tidak mungkin aku yang hanya wanita biasa tidak menjatuhkan hati padanya. 

Aku tahu bahwa cinta tidak pernah ada batas, bahkan tidak pernah ada tuntutan ketika kita akan mencintai seseorang. Shaka bukan pacarku, namun ia berkesan di hidupku, mengajarkan banyak hal terutama perihal kasih sayang. Aku sempat patah karenanya, jika aku mengajaknya untuk menjadi mualaf, terlalu berat. Keluarga Shaka, terutama kakak-kakaknya adalah seorang biksu, bahkan ada yang sudah menjadi biksu di Hongkong. Faktanya, hingga kini ketika aku bertemu dengannya, hatiku seperti menandainya, "Dia adalah orangnya."

Lebih mengejutkan lagi, aku sedang menjalani sebuah hubungan dengan salah seorang pria. Dan wajah hingga watak Shaka ada semua pada dirinya. Aku berfikir bahwa itu hanya sebuah kebetulan semata, dan hanya aku yang berfikiran demikian. Ternyata tidak, teman-teman yang mengetahui kisahku dengan Shaka selalu berkata, kok mirip banget sama Shaka.

Tuhan sungguh merencanakan hal indah tanpa kita sadari, seperti kisahku selama ini dan yang sedang ku jalani.

**SEKIAN**

#TantanganODOP4ke-5 #CintaPertama


Selasa, 19 Desember 2017

Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Saat itu aku sedang membuka Instagram, mencari quote-quote romantis. Dan, secara tidak sengaja ada beberapa quote yang membuatku tersenyum saat membacanya. Dibawah quote tersebut tertulis nama Dilan, sebab rasa penasaran yang semakin tinggi, akhirnya aku mencari tentang Dilan di Google. Ahh, luar biasa  seketika dibuatnya baper dan membuatku tertarik untuk membaca Novel Dia Adalah Dilanku Tahun 1990.

Novel Dilan ditulis oleh Pidi Baiq, penulis terkenal dengan berbagai karyanya yang tak kalah menarik. Sebenarnya, novel ini sudah terbit sejak tahun 2015 lalu, tapi tetap menjadi trending topic di kalangan remaja.


Menonjolkan dua tokoh utama, yaitu Dilan dan Milea. Diceritakan oleh Milea dengan menggunakan sudut pandangnya untuk menceritakan kisahnya dulu, di tahun 1990, dengan setting kota Bandung pada masanya. Novel pertama ini menceritakan kisah awal Milea saat bertemu dengan Dilan. Milea adalah siswa baru di sekolah Dilan. Milea yang cantik dan baru saja pindah dari Jakarta, membuat dirinya tenar didekati banyak pria, termasuk Dilan. Dilan adalah siswa yang bandel dan selalu dipanggil ke ruang BP karena ulahnya. Dilan adalah anggota salah satu geng motor di Bandung, bahkan ia dijuluki si Panglima Tempur oleh kelompoknya. 

Dilan mencintai Milea sejak pertama kali berjumpa,  dan berusaha mendekatinya dengan cara-cara unik dan beda dengan pria lain pada umumnya. Ia selalu menggunakan banyak trik yang dapat dikatakan sangat konyol namun berhasil membuat mendadak baper

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” -Halaman 37

"Jangan rindu, rindu itu berat. Biar aku saja."  - Halaman 284

Itulah dua penggalan kalimat gombal dari Dilan untuk Milea, terlihat unik dan membuat pembaca tersenyum sendiri membacanya. Itulah Dilan, yang selalu berhasil membuat Milea semakin jatuh hati padanya. Milea yang tidak mengenal Dilan sebelumnya, semakin hari semakin penasaran dengan sosok Dilan.


Kelebihan novel ini adalah, kemampuan penulis dalam menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami pembaca, berhasil membuat pembaca merasa kasmaran dan terbawa di dalam cerita. Selain itu, di dalam novel terdapat beberapa ilustrasi yang melengkapi gambaran keadaan, sehingga membuat pembaca semakin tertarik.


Kekurangan novel ini adalah  pada desain cover yang terlalu sederhana, yang mungkin membuat pembaca menjadi kurang tertarik jika belum mengetahui isi cerita sebelumnya. Dan juga, dialog yang terlalu singkat-singkat dan kebanyakan “hahaha” dan “hehehe”. Namun, selebihnya novel ini bagus dan menarik untuk dibaca.

Judul Buku: Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books, Mizan Media Utama
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 332 halaman




Minggu, 17 Desember 2017

Terbatas Namun Luar Biasa






Pagi yang dingin, kasur semakin agresif dan membuat diri enggan berpindah darinya. Kamar kost ku masih gelap, bahkan sinar matahari belum terlihat dari ventilasi. Aku bersantai ria, menikmati kemalasan hakiki. Tiba - tiba, handphone ku berdering.

"Halo, apa pray?," tanyaku.

"Heh, kok kamu belum ke kampus?," tanya Pray, salah satu sahabat dekatku di Kampus.

"Lah, sepagi ini ngapain ngampus? bantu satpam jaga gerbang po?", jawabku dengan nada  malas.

"Pagi? melek dulu Na, jangan ngelindur. Sekarang udah jam 8.05 WIB," tegasnya.

"Masya Allah!."

Tanpa berpikir panjang, langsung aku matikan telepon darinya. Segera aku mandi dan berbenah diri menuju kampus. Dengan wajah yang polos tanpa sentuhan make up sekalipun bukan halangan untuk tiba di kampus tepat waktu. Jam kuliah dimulai pukul 08.15 WIB, dan aku tiba di kampus pukul 08.16 WIB. 

Hari itu adalah pertemuan pertama di mata kuliah EYL (English Young Learner). Pelajaran yang membahas cara mengajar Bahasa Inggris kepada anak-anak. Seperti biasa, Dosen menentukan peraturan dan kontrak kuliah selama satu semester kedepan. So far, tidak ada masalah sebab yang aku bayangkan adalah, hanya mengajari Bahasa Inggris kepada anak PAUD, TK atau SD. Namun, semua itu hanya khayalan.

"Okay, in this lesson, I just give you a exercise, not too difficult and not too easy. Are you ready to listen?," ucap Ibu Dosen.

"Yes, ready Mom," jawab aku dan temanku dengan serentak.

"I just want you all to teach English in SLB, make a small group consist of seven person and every group must practice in the different SLB," jelasnya

Secara spontan kami terkejut, harus mengajar Bahasa Inggris di SLB, setiap kelompok harus memiliki alat peraga untuk mengajar dan harus direkam dan dibuat menjadi short film . SLB (Sekolah Luar Biasa), tak pernah terbayangkan sebelumnya, akan bagaimana saat mengajar nantinya. Dua hari kemudian, aku dan kelompok sudah menemukan sebuah SLB di Lampung Timur yang masih terbilang cukup baru.


Sesampainya disana, jantung  kami berdegup melebihi porsi orang normal. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya kami kemari. Beberapa siswa ada yang sedang di psikoterapi hingga teriakannya terdengar diluar, membuat kami semakin gugup. Tiba-tiba ada seorang guru yang keluar dari kantor dan menghampiri kami di tempat parkir. Bapak Bambang namanya, beliau sangat ramah, mengajak kami untuk masuk ke kantor dan berbincang bersama.


"Mahasiswa dari mana? dan ada perlu apa ini?," ucapnya dengan ramah.

"Begini Pak, kami mendapatkan tugas dari kampus untuk mengajar Bahasa Inggris di SLB, dan kami berniat untuk melakukan studi di SLB Harapan Ibu ini Pak," jawab salah satu anggota kelompokku.

"Dengan senang hati kami menerimanya, namun ya begini keadaannya nak. SLB ini masih baru dan siswa nya masih sedikit," jelas Pak Bambang.

Tiba-tiba, Pak Rudi menemui kami. Beliau adalah pemilik SLB Harapan Ibu. Beliau tak kalah ramah dengan Pak Bambang, menceritakan kami mengenai sejarah berdirinya SLB-nya. Di tengah obrolan, aku menangis sesenggukan mendengar cerita beliau. Beliau mendirikan SLB dikarenakan memiliki dua anak, Rita yang berusia kurang lebih 17 tahun dan Ridho berusia 15 tahun. Keduanya sangat Allah sayangi dengan diberikan kelebihan yang orang lain tidak punya. Rita lahir dengan keadaan tulang belakang yang kurang kuat untuk menyangga tubuh. Sehingga, ia hanya bisa berbaring di atas kasur spanjang usianya. Sedangkan  Ridho adalah penyandang tuna grahita, dapat berbicara namun kerja otak sedikit lebih lambat. 

"Saya mendirikan SLB di depan rumah saya sendiri mbak, mas. Dengan tujuan, saya tidak ingin anak-anak yang memiliki kelebihan dari Allah harus merasakan minimnya pendidikan, begitupun kedua anak saya. Saya sangat bersyukur memiliki mereka yang lebih kuat dibandingkan saya. Mereka adalah semangat saya jika saya sedang lelah, sakit dan dalam keadaan apapun saya akan merawat dan menyayangi mereka semampu saya. Saya ingin mencarikan teman untuk Rita dan Ridho belajar dirumah, ya ini SLB Harapan Ibu," tutur beliau dengan mata berbinar-binar.

Ahh, tangis kami bertujuh semakin membuncah, tak mampu lagi dibendung. Pak Rudi menceritakan semua tentang kedua anaknya, yang membuat kami speechless. Kami diajak mendekat menuju ruang kelas tempat dimana mereka belajar. Hari pertama, kami hanya diperbolehkan untuk mengintip lewat jendela. Karena, mereka butuh waktu untuk berkenalan dengan orang baru.

Hari kedua, dimana kami semua sudah siap membawa alat peraga dan video recorder untuk mengajar, kami didampingi dua guru. Mereka memperkenalkan kami kepada murid-murid yang luar biasa dan cara pendekatannya. "Sebab, mengajar peserta didik di sekolah biasa dengan di SLB sangatlah jauh berbeda. Dibutuhkan kesabaran, kasih sayang dan ketelatenan Mbak," jelas salah satu guru.

Ada enam siswa didalam kelas, tujuh karakter pula yang harus kami pahami. Novia, Johan, Ridho, Fitri, Rifki, Juanda. Mereka menyambut kami dengan bahagia. Ada beberapa anak yang berkesan hingga sekarang, Novia adalah anak yang seharusnya sudah SMA, ia cantik dan memiliki kebiasaan mencium tangan dengan siapapun yang ia temui. Sedangkan Rifki, anak ganteng yang pintar dan memiliki cita-cita sebagai pembalap. Kemudian Fitri, bisu dan tuna rungu, ia mengenakan kerudung saat sekolah, dan membuat kami harus mampu menghafal isyarat-isyarat abjad agar bisa berkomunikasi dengannya. Dan yang terakhir adalah Ridho dan Juanda, mereka berdua sama-sama pemalu, namun Ridho memiliki hobi menari, salah satunya gerakan Girl Band-7 Icons (Playboy).

**********

Sayangnya, kami hanya melakukan pengajaran sebanyak empat kali. Selama mengajar, tidak jarang kami meneteskan air mata sebab tingkah laku mereka yang membuat kami terharu, Fitri salah satunya. Hari Jum'at yaitu jadwal mengeksplorasi lingkungan sekitar. Setiap anak diwajibkan membawa bekal, bahkan orangtua diperbolehkan mendampingi. Saat makan bekal bersama, aku melihat satu persatu bekal dan lauk yang dibawa mereka. Ada sosis, mi, daging ayam, dan lain sebagainya. Namun, mataku berhenti saat melihat bekal yang dibawa Fitri, hanya nasi putih, dan dua tahu goreng. Aku mendekatinya dengan mata yang berbinar, berniat menyuapinya, namun ia menolak. Justru sibuk mengusap air mataku dan mengisyaratkan mengajakku makan bersamanya. Wajahnya sama sekali tidak terlihat sedih, ternyata Fitri adalah salah satu murid yang sangat kurang mampu, bahkan setiap hari Jum'at, menu makanannya tidak pernah berubah, kecuali ada wali murid baik hati yang membawakannya makanan.



Hari terakhir, saatnya kami berpamitan kepada mereka. Senang karena tugas kami sudah selesai, sedih juga karena kami harus meninggalkan mereka. Kami masuk kelas dengan wajah yang lesu, melihat mereka untuk terakhir kali. Namun mereka pun demikian, seperti merasakan apa yang kami rasakan. Terutama Rifki dan Novia, anak yang biasanya ceria dan aktif, hari itu mereka lesu, cemberut dan lain sebagainya. Kami berpamitan dengan tangisan yang tak kunjung reda.

"Ibu, jangan,"ucap Novia dengan terbata-bata.

"Jangan kenapa Novia sayang?," tanya Devica, salah satu anggota kelompokku.

"Jangan jauh jauh Ibu," jawabnya lagi.

Kami bersama memeluk Novia, Ridho, Rifki dan yang lainnya. Tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang, spontan aku terkejut dan menengoknya.

"(Fitria lesu menatapku)."

"Mengapa Sayang?," tanyaku dengan isyarat.

"(Jangan pergi, aku sayang Ibu)," Fitri mengisyaratkannya.

Aku menyudutkan lututku di lantai dan memeluknya. Jika ribuan manusia mengeluh karena gagal berusaha. Ada kalanya, belajarlah dari mereka, gagal sempurna namun tidak lelah berusaha. Mereka tidak pernah mengeluh, empat hari bersama mereka membuat kami sadar bahwa begitu kufurnya kami. Selalu mengeluh, merasa menderita, namun sering lupa bersyukur saat bahagia.

Fitri

Saatnya mengumpulkan tugas di kampus, mempresentasikan dan bertukar pengalaman bersama teman-teman. Suasana kelas menjadi penuh tangis, menyadari bahwa diri memiliki kelebihan namun kurang digunakan. Dugaan kami sebelumnya, SLB adalah sekolah mengerikan. Setelah kami bertemu mereka, anggapan kami berbalik 360 derajat, SLB benar-benar sekolah yang amat sangat luar biasa. Ada murid yang luar biasa, menguji kesabaran namun pandai menyembunyikan kesedihan.

Semoga kalian kelak menjadi anak-anak penerus bangsa yang membanggakan, Aamiin Ya Robbalalamin.


*** SEKIAN ***

Untuk melihat keceriaan mereka, silahkan buka link dibawah ini :)


Eksplorasi Lingkungan Sekitar
Novia sedang belajar bersama Anggun

#TantanganODOPFiksi3

Sabtu, 16 Desember 2017

Manusiawi

Jika sakit terus terawat
Mungkin hatimu terlambat bahagia
Sulit memaafkan yang sudah terlewat
Dan terus membencinya

Manusiawi,
Namun ingatlah, waktumu terlampau sia - sia
Jika terus menerus menunda bahagia
Menutup pintu kepada pendatang yang ingin singgah dan bersedia

Jika sakitmu terlampau sakit
Obatilah dengan mengingat
Mengingat bahwa manusia selalu memiliki masa
Masa mengenal, bersama, bahkan berpisah sekalipun

Berhenti membenci dia
Sebab yang membuatmu kembali tegar
Bukan hanya keberuntungan
Melainkan pengalaman

Jumat, 15 Desember 2017

Rain di November

November tiba, Raina adalah pencinta November yang selalu setia pada musimnya, hujan.  Raina adalah wanita berusia kepala dua dengan tubuh berbadan tinggi dan kulit kuning langsat. Sangat menyukai style pakaian sederhana, berkemeja panjang dan celana jeans. Karakternya yang cerewet dan sedikit tomboy membuat teman temannya menyapa dia dengan sebutan “bebek.” Bahkan sahabatnya, lebih banyak pria dibandingkan wanita

Di umurnya yang sudah 21 tahun, Rain belum pernah pacaran. Mungkin karena Rain sering mendengarkan curhatan para pembaca blog nya tentang asmara. Tidak sedikit dari tulisannya membahas tentang cinta, baik tentang jatuh hati ataupun saat patah hati. Siapa yang tidak mengenalnya, semua jenis tulisan yang di publikasikan menjadi trending topic, terutama puisi dan cerpen cinta yang selalu menjadi best seller di kalangan remaja.

Karya Rain yang berjudul “Bagai Pelangi seusai hujan,” yang menceritakan tentang hiruk pikuk suasana kala berkenalan dengan seorang pria, lalu dibuatnya jatuh cinta untuk pertama kali, namun memilih diam. Tidak sedikit pembaca yang mengatakan bahwa cerita itu diangkat dari kisah nyata Rain sendiri. Namun, Rain tetap cuek dengan komentar para pembaca tanpa memberi klarifikasi mengenai hal tersebut.

Bek, cerpen yang lo unggah di blog, cerita nyata ya?”, tanya salah satu teman prianya.

Enggak, sotoy lo kus,” jawabnya.

Halah, kayaknya ceritanya tentang gue Rain, apa gue yang ke ge’eran?,” tanya Dito sambil mengunyah keju di tangannya.

“Haha, nyeritain lo, kayak gak ada yang lebih bagus untuk diceritain ya Kus?,” jawab Rain dengan bergurau.

Tikus adalah panggilan akrab Rain untuk Dito, karena Dito menyukai  keju, bahkan kemanapun ia pergi selalu membawa keju. Mereka adalah teman sekelas di kampus, yang memang diantara teman pria Rain yang lain, Dito adalah salah satu sahabat dekat Rain.

Rain tak bisa berbohong, bahwa Dito adalah sahabat yang berhasil membuatnya nyaman untuk pertama kali. Sejak kehadiran Dito yang luar biasa perhatian dengan Rain, membuatnya menjadi membuka hati untuk pertama kalinya. Namun, Rain ingat bahwa Dito tetap menganggap Rain adalah adik perempuannya.

Woy bek, ngapain lo ngelamun? Kesetanan baru tau rasa lo!,” suara keras Dito membuyarkan lamunan Rain.

Eh, nggak, nggak ngelamun.” Jawab Rain.

Kelarin dulu itu cerpen lo, ceritanya kan masih  bersambung,” ujar Dito.

Mereka selalu menyempatkan makan siang bersama di kantin kampus sekalipun. Dan kemanapun mereka pergi,Rain selalu membawa tablet yang selalu ia gunakan untuk mengunggah tulisan di blog nya. Dito lah salah satu sahabat yang selalu menyemangati Rain untuk mengunggah tulisan secara rutin setiap harinya.

Dito memiliki pacar bernama Diana, mereka menjalin hubungan sudah hampir dua tahun. Namun, Diana adalah wanita hits di kampus yang sangat posesif  dan selalu ingin perfectionism  tentang hubunggannya dengan Dito. Perkara pakaian dan parfum yang dipakai Dito pun, Diana yang menentukan. Hingga tak jarang, Diana marah hanya karena Dito foto bersama teman wanitanya, chat bersama teman wanita, salah kostum saat jalan, dan memakai parfum dengan aroma yang berbeda. Namun, Dito adalah pria sabar, mengalah setiap kali berkelahi, meminta maaf meskipun tidak salah. Itulah, rahasia keawetan hubungan mereka.

Diana pernah sekali melabrak Rain karena dianggapnya sudah berlebihan terhadap Dito. Hingga membuat hubungan Dito dengan Rain menjadi renggang selama nyaris tiga bulan. Dito berusaha untuk membuat pacarnya supaya tidak cemburu kepada satu wanita saja yang sudah ia anggap sebagai adik perempuannya, yaitu Rain.

Hal tersebut terkesan berlebihan, namun bagaimana pun Dito menyayangi Diana.Itulah salah satu sebab mengapa Rain memilih untuk diam dengan rasa yang terus mengalir setiap harinya. Rain tidak ingin membuat Dito putus dengan Diana. Hingga suatu hari, saat Dito sudah memiliki janji dengan Rain untuk menemaninya pergi ke toko buku. Namun saat dalam perjalanan, Diana menelpon Dito dan mengajaknya makan siang bersama di cafe langganan mereka.

“Kus, mending lo jemput Diana deh, gua gapapa sendiri,” ucap Rain.

“Tapi, gua udah janji sama lo buat nemenin lo hari ini Bek?,” jawab Dito dengan nada cemas.

Udah, gapapa. Gua balik naik taksi ntar, Diana entar ngambek kalo gak diturutin. Gua gak mau lo sedih,” ucap Rain dengan nada rendah dan tersenyum kecil.

Akhirnya, Dito menjemput Diana dengan berat hati meninggalkan bebek kesayangannya. Sesampainya di rumah Diana, Dito masih harus dimarahi Diana hanya karena memakai sandal jepit. Lagi lagi Dito mengalah dan memilih membeli sepatu di mall sebelum pergi makan siang bersama. Dito sering dibuat geram ketika Diana harus memaksanya diwaktu yang tidak tepat, terutama untuk meninggalkan Rain. Namun, Rain selalu memaklumi, mungkin Diana saking sayang kepada Dito. Tidak hanya sekali hal itu terjadi, pernah Rain menangis sesenggukan ketika Diana memarahinya dimuka umum karena memakai jam tangan yang sama dengan Dito, padahal jam itu adalah hadiah ulang tahun Rain dari Dito.


Rain memang cerewet dan tomboy, namun soal perasaan, dia adalah wanita yang sama dengan yang lainnya. Lalu, bagaimana rasa yang ia punya? Haruskah bersua atau hanya dalam angan semata?

#Tantangan FiksiODOP #LimaKataKunci

Minggu, 26 November 2017

CHILDHOOD Part 12 - Cinta berhenti seketika

Sudah sepekan aku bersama Joshua. Keadaannya semakin hari semakin membaik. Joshua sudah diizinkan untuk dibawa pulang ke rumah. 

Joshua dan keluarganya memang beragama Nasrani sejak lahir, namun daerah sekitarnya adalah mayoritas beragama Islam. Hingga akhirnya, ayah dan ibu Joshua sedikit paham tentang agama islam. Setelah mereka masuk agama islam dengan niat tulus, tampak sekali bagaimana usaha keluarga Joshua.

Meminta diajarkan guru privat untuk mengaji dan berlatih bacaan solat. Joshua sudah dapat beraktivitas seperti biasanya. Sungguh, aku terharu dengan usaha yang mereka lakukan.

Hingga akhirnya, aku dan keluarga harus pulang, sebab ayah hanya meminta izin kerja selama satu minggu. Sesampainya di Jakarta, saatnya aku bertemu dengan pria yang kuanggap kembaran Joshua. Ia tampak bahagia ketika melihatku pulang.

"Rum, akhirnya kamu pulang," ucap Atha.

"Haha, kamu rindu aku ya Tha," timpalku.

"Cepet cerita, gimana keadaan Joshua Rum?" tanyanya.

"Alhamdulillah sehat," jawabku.

Aku hanya tidak ingin menyakiti siapapun dalam kisah ini. Aku hanya berusaha menjaga keduanya. Sejak Joshua sebagai muallaf, luar biasa ibadahnya. Justru malah lebih tekun dibandingkan aku, Jo melaksanakan puasa Senin Kamis, belajar menghafal Al Qur'an dimulai dari Juz 1.

Satu bulan kemudian, tepat bulan Januari. Jo sudah dapat kuliah seperti biasa. Kami berkomunikasi dengan baik, hingga akhirnya tepat di awal bulan Februari, Jo mengirimkan pesan yang berisi," Rum, sekarang adakah pria yang dekat denganmu?". Aku membalas, "tidak Jo,hanya ada tetangga baru bernama Atha."

Tiba-tiba, tanggal 27 Februari, Joshua mengirim pesan bahwa ia dan keluarga malam ini akan ke Jakarta. Antara bingung dan bahagia menjadi satu. Aku mengajak Atha bertemu di taman.

"Tha, aku mau ngomong sesuatu," sapaku.

"Apa Rum, ngomong aja," jawabku.

"Semisal sekarang aku menjawab pertanyaanmu yang dulu, boleh?," jawabku.

"Sangat boleh, dan aku siap menerima keputusan apapun Rum," ucap Atha sambil tersenyum.

"Atha, kamu baik, agama mu baik, semuanya baik, maafkan aku jika aku membuat kamu sakit hati, aku gak bisa membohongi perasaanku, aku mencintai Joshua, nanti malam ia dan keluarga datang kerumah, sekali lagi aku minta maaf Tha," jelasku.

"Rum, sudah aku bilang, apapun nantinya kamu dan aku, aku tetap bahagia bisa jadi temen kamu sampai kapanpun. Tenanglah, aku tidak marah, sebab rasa itu bukan kita yang membuat, namun segalanya atas izinNya, semoga lamarannya lancar Rum, nanti aku datang, " jawab Atha.

Aku menganggap Atha sebagai kakak sendiri. Ia sangat dewasa dan bijak dengan keputusanku. Hingga akhirnya, malam itu, Jo dan keluarganya datang dengan membawa rombongan pengiring, membawa berbagai seserahan, dan lain-lain.

Malam itu, adalah hari bahagia yang membuatku tercengang. Sebab, ku kira Jo hanya akan datang bersama ayah dan ibunya saja. Ternyata tidak, malam itu juga, Jo membawa penghulu dan sudah siap untuk akad denganku. Mata ku berkaca-kaca, tak bisa bicara. Dari banyaknya kejutan yang Jo berikan, kali ini yang luar biasa.

Sebagai mahar pada pernikahan dadakan nan sederhana itu, Joshua memberiku mahar Surah Ar-Rahman dengan segala kekurangannya. Ia mengucap namun tak bersuara, Subhanallah. Semua para tamu dan saksi menangis terharu menyaksikan acara pernikahan kami.

Malam itu aku sudah sah menjadi istri dari Tn.Joshua Ridwan Lubis, itu adalah nama Joshua setelah menjadi mualaf.

Setiap kehidupan, kamu adalah wayang, dan Tuhan sebagai dalang. Dengan siapapun kamu dipertemukan, itu adalah jalan Allah mempertemukanmu kepada jodoh.

Joshua teman kecil ku, sempat menghilang, lalu lembali dengan keadaan yang berbeda. Jika mencari orang yang lebih sempurna dibandingkan Jo, pasti ada diluar sana, termasuk Atha. Namun, bukan sempurna yang aku cari, sebab hati memintaku untuk menerima Jo dengan segala kekurangan yang saling dimiliki, dan meminta kami untuk saling melengkapi. Cinta Sekar Arumi memutuskan cintanya untuk berhenti, pada dia lima tahun tak ku temui.




SEKIAN

CHILDHOOD Part 11 - Hati bagai runtuh

Saat tiba di depan sebuah ruangan, ibu Jo menatap kami dengan pandangan yang dalam mengisyaratkan bahwa kami harus siap. Pintu dibuka dan seraya aku langsung bersimpuh lemas. Sama sekali tidak terlintas di pikiranku.

Joshua yang aku kenal, sedang berbaring dengan kabel dimana-mana, dengan mata terpejam, tubuh yang kurus, dan wajah yang pucat. Aku menangis tak terkontrol. Seharusnya aku bertemu dengannya dan main bersama. Namun, bayanganku jauh beda dengan realita

Ibu, ayah dan orangtua Joshua, coba menenangkanku. Jadi selama ini, Joshua benar-benar mencoba menyembunyikan semuanya dari aku. Ibu Jo menjelaskan bahwa Joshua terserang kanker laring stadium 3. Sejak SMA, Joshua mencoba rokok dan kejadian itu berulang kali ia lakukan secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan ibunya, bahkan aku pun tidak tau bahwa Joshua merokok.

Kelas 3 SMA, Jo mulai mengeluh batuk yang cukup lama, dan di dalam kerongkongan, banyak lendir, ibu dan ayah Jo pergi ke Laboratorium, untuk mengetahui penyakit yang Joshua derita. Ternyata, saat kelas 3 SMA, ia sudah memasuki stadium 2.

Itulah alasan mengapa Jo pindah ke Jogja, supaya mendapatkan penanganan lebih intensif. Hingga ia menjalani berobat jalan, selama satu bulan haru rutin tiga kali kontrol. Justru, Joshua sempat stres, kelelahan, dan menjadi penyebab kanker tersebut semakin mudah berkembang.

Hingga pada akhirnya, dokter meminta untuk mengambil tindakan operasi, sebab hal yang ditakutkan adalah, kanker semakin menjalar ke organ tubuh yang lainnya. Saat akan operasi, keluarga diberi dua pilihan, Jo tidak operasi, namun umurnya tidak panjang, atau Jo harus operasi, namun pita suaranya hilang.

Dua pilihan yang sangat sulit bagi mereka, hingga akhirnya Jo memutuskan untuk operasi. Setelah operasi, keadaan Jo mulai membaik, walaupun tidak dapat berbicara, kehilangan jakun, dan hidung harus digantikan dengan alat buatan yang diletakan di leher bagian depan.

"Joshua sudah hampir tiga minggu koma, ditunggu oleh ayahnya. Om dan tante sangat meminta maaf karena telah menyembunyikan hal tersebut, namun itu adalah permintaan Joshua. Handphone selalu dibawa om nak, saat 17 September kemarin, hanphone Jo berbunyi, reminder bahwa itu adalah hari ulang tahunmu. Hingga akhirnya, om yang mengirimkan SMS itu untukmu," Ayah Jo menjelaskan.

Tak hentinya aku menangis, duduk di sampingnya dan meminta izin kepada orangtua Jo untuk menginap di rumah sakit menemani Jo. Hingga akhirnya Jo sadar, sambil melihatku yang sedang tertidur, mengusap kepalaku. Aku merasakan hal yang sama persis dengan 5 tahun yang lalu, aku terbangun, dan kami berdua saling meneteskan air mata.

Untuk berkomunikasi, Jo harus menulis di secarik kertas dan pena yang sudah disiapkan di samping tangannya. Jo menuliskan, "Rum, apa kabar, aku rindu." Aku benar-benar menjadi wanita tercengeng  saat itu.

Bagaimana tidak, aku yang setiap hari berfikiran bahwa Joshua lupa denganku, aku sempat kecewa, marah. Ternyata, aku salah besar,  Joshua sakit parah hingga demikian. Joshua mengusap air mataku dan membuka mulutnya mengucap "jangan nangis, aku bahagia bisa ketemu kamu." Meskipun tak bersuara, aku paham itu.

Rencana ayah yang lima hari di Jogja, di perpanjang menjadi dua minggu lamanya, setelah tau keadaan Joshua demikian. Tiap malam aku menjaga Jo, jika waktu solat, aku disampingnya, membaca Al-Qur'an dan berdzikir. Joshua, hanya mengamatiku, sebab ia berbeda cara ibadah denganku.

Itulah salah satu alasan, mengapa aku dan Jo tidak bersatu, kami berbeda keyakinan, kami saling mencintai, kami saling mengetahui, namun kami juga paham bahwa jika kami bersatu, itu adalah larangan.

Jo setiap hari melihatku melaksanakan solat, mengaji, dan berdzikir. Dan malam itu, tiba-tiba ia meraih tanganku saat aku mengaji, dan mengucapkan isyarat, "aku ingin masuk islam."

Tak usah di jelaskan, aku terkejur bercampur bahagia.

---------

CHILDHOOD Part 10 - Desember bersama rindu

1 Desember, bulan dimana yang aku tunggu telah tiba. Ibu dan aku sudah mulai berkemas kemas untuk pergi ke Jogja. Ibu sudah menghubungi keluarga yang ada di Jogja, termasuk keluarga Joshua. Entah apa yang aku rasakan, aku bahagia namun takut akan kenyataan.

2 Desember, aku berpamitan kepada Atha, sebab dua hari lagi, aku akan pergi ke Jogja.

"Tha, aku mau pamit," ucapku.

"Ke Jogja ya Rum? hati-hati dijalan," jawabnya.

"iya, kamu jangan kangen aku ya Tha, haha." ucapku sambil tertawa.

"Ya gak mungkin gak kangen, kangen sama kamu kan kegiatan rutinku," jawab Atha sambil menggoda.

Keesokan harinya, aku dan keluarga berangkat menuju Jogja. Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Joshua, menanyakan kabarnya selama ini menghilang dengan tiba-tiba. Sesampainya disana, rumah baru Jo luas, apik dan di sebuah kompleks juga.

Ibunya Jo tidak pernah berubah, selalu anggun dan awet muda. Kami di beri wedang jahe hanget sembari berbincang di ruang tamu. Selama satu jam kami berbincang, aku tidak melihat ayahnya Jo dan Jo.

"Tante, kok om dan jo gak kelihatan?" tanyaku.

"Emm, om lagi kerja lembur hari ini, kalo Jo ya main bareng teman-teman kuliahnya." jawabnya.

Kami tiba di Jogja setelah maghrib, sebab menunggu ayah pulang kerja, barulah kami dapat menuju ke Jogja. Malam itu, kami memilih untuk menginap di rumah Joshu untuk semalam.

Keesokan harinya, mamanya Jo mengajak kami pergi ke sebuah tempat. Kami hanya mengiyakan tawarannya. Tiba-tiba ada yang aneh saat diperjalanan, mamanya Jo yang tadinya saat dirumah ceria sekali, kali itu berubah menjadi pendiam dan pucat.

Tiba-tiba kami berhenti di sebuah Rumah Sakit. Semakin membuatku penasaran, siapa yang sakit? kenapa wajah mama Jo berubah seketika itu. Berulang kali, aku bertanya, dan tidak ada juga jawaban yang aku dapat.

Setelah kami masuk ke Rumah Sakit, para bidan dan perawat sangat ramah kepada mama Jo, seperti sudah lama kenal sebelumnya. Aku semakin bertanya, siapa yang sakit?

~~~~

CHILDHOOD Part 9 - Sebab Cinta membumi bersama Atha

Oktober telah berlalu, sejenak lagi aku kan tiba pada waktu yang ku nanti, bertemu Jo. Perihal perasaan, aku tidak pernah menentukan, sebab rasa timbul pasti atas izin-Nya.

Joshua yang hadir pertama pada umur yang kian dini, membuatku nyaman dengan segala sikap selama umurku berkepala dua. Atha yang secara tiba-tiba muncul dengan wajah dan karakter yang sama dengan Joshua. Aku tidak pernah tahu, bagaimana aku harus bersikap, sebab temu menjadi candu hingga kini tak mau hilang dan terus membumi.

Terkadang ada rasa bersalah kepada Atha, membuat sebab pesan panjang yang ia kirimkan bulan lalu membuat ku bertanya, apakah tindakanku salah selama ini. Bersikap demikian kepada Atha, hingga membuatnya nyaman begitu dalam.

Aku belum pernah bercerita kepada Atha tentang Joshua. Hingga ia menanyakan untuk pertama kali.

"Rum, Joshua itu siapa sih?" tanyanya.

"Sahabat, ya sama kayak kamu gini Tha, kenapa memang?," jawabku.

"Gak papa, dirumahku yang aku tempati, banyak sekali poto mu bersama dia di kamar atas." jawab Atha.

Aku mendengar jawaban itu semakin membuatku terkejut. 

"Rum, hei!!," Atha mengagetiku.

"Iya Tha, kenapa?" 

"Ya jawab pertanyaanku," jawab Atha.

"Joshua itu sahabat dari kecil, kemana mana bareng, keluarganya dekat sekali dengan keluargaku. Lalu, ia harus pindah rumah ke Jogja," jelasku.

"Kamu sayang dia?," tanyanya dengan raut wajah serius.

Aku hanya terdiam dengan pertanyaan yang membuatku bingung tersebut. Bahkan, aku pun tidak tau bagaimana perasaanku pada Jo.

-----------
Atha menjadi berubah sikap kepadaku setelah tahu, bahwa Joshua adalah sahabat yang spesial untukku. Atha menjadi lebih perhatian, lebih dekat, dengan maksud ingin menunjukkan.

Atha sepertinya paham bahwa aku rindu Joshua, Atha paham bahwa Desember nanti, aku akan pergi ke Jogja. Atha semakin mendesakku.

"Rum, beneran akhir tahun, kamu gak nemenin aku?" tanyanya.

"Maaf Tha, aku dan keluarga mau ke Jogja, ke rumah Joshua, silaturahmi kesana. Sudah lima tahun, kami tidak bertemu." jawabku

Sangat terlihat jelas, bahwa Atha tidak nyaman dengan jawabanku. Atha ingin aky tidak pergi, dan tetap di Jakarta, Desember nanti. Atha sore itu mengajakku pergi ke taman, bersepeda bersama. Atha berbeda, menatapku dengan jeli kala itu.

"Rum, aku pengen ngomong serius sama kamu, kayaknya aku mulai jatuh cinta," jelasnya.

"Haha, seserius itukah Tha, sampe mata kamu ga kedip ngeliat aku." jawabku sambil tertawa.

"Rum, aku lagi ga becanda. Apa aku salah, jika aku mencintai wanita yang ku anggap ia teman biasa sebelumnya?."

"Tidak," timpalku.

"Apakah aku salah menjaga dengan baik bagaimana hubungan pertemananku dengan dia sebelumnya?," jelasnya.

"Tidak," jawabku.

"Apakah aku salah, jika wanita yang aku cinta itu, kamu?," ucapnya sambil memandangku lebih dalam.

"Yuk, Tha pulang, udah sore nih." jawabku.

Aku mencoba menghindar tiap kali Atha menanyakan hal demikian. Sore itu, 30 November yang semakin membuatku bingung akan keadaan.

Malam harinya, aku mengirim pesan kepada Atha,

"I'm sorry for my fault to you. I know about your feeling, but I'm not ready yet, if you ask me about that. Once again, I'm sorry if you dissapointed to me. Believe, till whenever I am your best friend.

~~~~~




CHILDHOOD Part 8 - Menjadi sembilu sebabmu

Atha memberiku kado mukena dengan tasbih berwarna pink, aku menyukainya. Atha mengirimkan pesan berantai di handphone ku, sebanyak 22 kali, sama persis dengan umurku sekarang. Tak ada habisnya aku mengucapkan terimakasih kepadanya. Sedangkan Jo, apa benar-benar lupa bahwa hari ini adalah hari ulangtahunku.

Pukul 8 malam, handphone ku berbunyi. Jo mengirimkan SMS yang berisi, "Rum, happy birthday, jaga kesehatan, panjang umur ya." Seharusnya aku tersenyum semringah membaca pesan itu, nyatanya malah sedih.Aku membalas SMS nya, namun pending dan nomornya tidak aktif lagi. Selama ini, Jo tidak pernah mengecewakanku, ya tahun ini pertama kalinya aku kecewa dengannya, biasanya ia menelpon, kali ini hanya pesan singkat yang sangat kurang berkesan.

Tidak pernah aku berpikir akan sebegininya, aku harus apa? jika aku diizinkan untuk jujur, aku kecewa pada jati diri Joshua saat ini. Menghilang tanpa kabar, berbulan bulan lalu menyapa dengan singkat tanpa ada pembukaan. Namun, hati semudah itu kecewa dan terkadang tak memikirkan logika. Aku menyayangi, namun tidak untuk memarahi. Sebab, aku adalah sahabat, bukan musuh yang selalu menuntut untuk dimengerti.

Tanggal kelahiran aku dan Atha, hanya selisih satu bulan. Atha lahir pada tanggal 17 Oktober. Kini, giliranku membuatnya bahagia. Siang itu, ia mengajakku menghabiskan weekend bersama, dan saat makan siang, aku mencoba mencari tahu barang apa yang ia sukai.

"Tha liat geh, di toko sana ada jam tangan bagus banget," ucapku.

"Apaan? biasa aja tauk!" ketusnya.

"Tha, barang apa yang kamu suka?" tanyaku.

"Mmm, barangkali aku mencintaimu, haha," ucapnya sambil bercanda.

"Tha, aku serius."

"Sama Rum, aku juga," ucapnya sambil tersenyum.

Aku hanya terdiam, Atha mengucapkan bahwa bercandaannya adalah serius. Harusnya, aku mendapatkan jawaban tentang apa yang ia suka, bukan malah jawaban bagaimana perasaannya padaku. Mingguku entah mengapa terasa manis, aku yang biasanya hanya biasa saja meskipun bermain bersamanya, kali ini berbeda.

17 Oktober, Atha ulang tahun. Pagi itu, aku bergegas ke rumah Atha, menaruh kotak kecil di depan pintu rumahnya, lalu meninggalkannya. Hari itu, sengaja aku menonaktifkan handphone dan membuatnya kesal. Atha datang kerumah, namun pintu gerbang sengaja aku kunci, supaya ia mengira bahwa kami sekeluarga sedang tidak ada dirumah. Aku menghubungi mama Atha,  menggunakan telepon rumah untuk menanyakan sedang apa Atha dirumah.

"Halo, assalamualaikum, tante," ucapku.

"Waalaikumsalam nak Cinta, ada apa?", jawabnya.

"Tante, Atha lagi apa?," tanyaku.

"Di kamar atas, dari tadi gak mau buka pintu nak, kenapa ya?," tanya mama Atha.

"Jadi gini tante, hari ini Cinta mau ngerjain Atha, tadi Cinta ke rumah tante, narok kotak kado buat Atha, terus pintu rumah Cinta sengaja Cinta kunci dari dalam, biar Atha ngira Cinta dan keluarga gak di rumah. Nanti malem, Cinta ke rumah tante ya." jelasku. 

"Ya Allah, nak Cinta pantesan dia kelihatannya murung sekali hari ini, padahal tante dan om udah kasih kejutan buat dia, wajah bahagianya cuma bentar, terus masuk kamar lagi. Iya nak, boleh kok." jawabnya. 

Atha adalah orang yang sedikit ekspresif, jika sedang badmood jangan harap ia mau diajak bicara. Diam sampai puas, sampai rasas kesal yang ia pendam, hilang. Alasannya cukup logis, supaya tiak ada orang lain yang disakitinya karena perkataannya, sebab saat marah ataupun kesal, emosi sedang tidak stabil dengan hati, juga dengan mulut. 

Malam harinya, aku minta tolong kepada ibu untuk mengirim SMS kepada Atha, berpura pura meminta bantuan. Kemudian, aku kerumah Atha, didepan pintu rumahnya membawakan kue tart tanpa lilin, hanya ada satu tulisan dengan karakter akhi, "Barokallah fii Umrik Tha." Atha membukakan pintu dengan wajah kesal bercampur terharu.

"Kamu kemana aja sih Rum?," tanyanya dengan wajah kesal.

"Hehe, ke hati kamu Tha, nih buat kamu. Kamu kesel ya? videonya udah ditonton?," tanyaku dengan ekspresi tertawa.

"Gak usah ditanya, handphone gak aktif, rumah dikunci. Udah, kamu kok bisa romantis Rum, tapi jujur, aku pertama kali ini dapet surprise dari cewek," jawabnya.

Malam itu, pertama kali aku melihat ekspresi wajah Atha yang penuh bahagia. Sebelum tidur, aku mengaktifkan handphone, dan ternyata Atha udah nelpon sampai 35 kali dari pagi selama hari ini. Banyak SMS darinya, yang tak lain isinya, "Rum, kamu dimana?, Rum, bales dong." Dan SMS terakhir yang kuterima malam itu, Atha menuliskan.

"Assalamualaikum Rum, I don't know who you are in the first meet, I think we are just neighbor. But, that is false, I have a woman who makes me smiling without reason everyday, stand next to me, accompany me, solution for me, patient when I'm angry, the best helper in my problems. I'm the luck, be your friend, although I don't know about my weird feeling, I feel anxious if for a day without you like today. If you ask me, Why? trust me, I don't know. Thanks for much surprises today, my hopes are, till whenever you will be my special, thanks Rum. I'm sorry for my honesty, Wassalamualaikum."

~~~~~~~~~

CHILDHOOD Part 7 - September ku akankah sendu?




Hampir lima tahun, aku tidak bertemu dengan Jo. Jangan ditanya, perihal rindu, aku yang nomor satu. Atha yang hadir sebagai orang baru, yang tak kusangka, dia menjadi seperti Joshua yang dulu. Ibu dan ayah menganggap Atha sudah seperti anak sendiri, sebab papa dan mama Atha sangat sibuk dengan pekerjaannya di luar kota. Oleh karena itu, mama dan papa Atha sering menitipkan Atha untuk diawasi di Jakarta. Meskipun, Atha sudah dewasa dan sebaya denganku, namun bukan berarti mama dan papa Atha melepas dengan mudah begitu saja.

Sore itu, gerimis dan membawa suasana yang hening. Aku yang mencintai kamar dan seisinya, mulai baper dengan pria yang mulai memudar keberadaannya bersama waktu. Tiga malam terakhir, aku memimpikan Jo, mungkin karena aku sudah lama tak bertemu dengannya. Aku belum menceritakannya kepada ibu, masih ingin memendamnya. Allah paham dengan jelas bagaimana rasaku padanya, hingga memintaku untuk mengirim rindu melalui doa, walaupun tak sejalur, tidak lain hanya sekedar usaha untuk melindunginya melalui doa.

"Assalamualaikum....," suara ayah mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam.....," jawabku sambil membukakan pintu untuknya.

"Hai sayang, ada kabar gembira untukmu dan ibu," ucap ayah sambil tersenyum.

"Apa yah?."

"Emmm, nananina haha. Nanti selepas maghrib ayah beritahu, ayah mau mandi dulu sayang." jawab ayah sambil mengusap kepalaku.

Aku memang sudah dewasa, namun tetap menjadi anak tunggal yang tidak akan berubah sikap kemanjaannya pada ayah. Ayah memang sedikit pendiam, meskipun begitu bukan berarti ayah tidak mengetahui kisahku dengan dua lelaki yang sedang berada dalam pikiranku. Sebab, apa yang aku ceritakan kepada ibu, ibu juga akan bercerita kepadda ayah.

Setelah ayah pulang dari solat maghrib, beliau memanggil aku dan ibu untuk berkumpul di ruang tamu.

"Cinta, Ibu, ada yang mau ayah beritahu," ucap ayah sambil tersenyum.

"Apa yah?," tanya ibu dan aku dengan wajah penasaran.

"Ayah dapat bonus tahun ini, bulan Desember dapat tiket gratis liburan ke luar kota bersama keluarga selama lima hari," ucap ayah dengan wajah bahagia.

"Ayah serius? terus ayah mau pergi ke kota mana?," tanyaku.

"Niat ayah mau ke Jogja, sambil bersilaturahmi kerumah baru keluarganya Jo, bagaimana? kalian setuju atau ada pilihan lain?," jawab ayah.

"Ibu sangat setuju yah, ibu juga rindu dengan mereka, apalagi Cinta, rindunya udah keberatan sama Jo, hehe," lirik ibu sambil menggodaku.

Aku hanya tersenyum malu seraya bahagia yang tak bisa di deskripsikan. Kini, bulan September, yang artinya hanya hitungan bulan aku akan bertemu dengan Jo.Tidak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada ayah dan ibu, kemudian menciumnya. Sangat berterimakasih kepada Allah, telah menciptakan aku untuk mereka yang tiada henti menciptakan bahagia dengan cara sederhana sekalipun.

Keesokan harinya, saat aku akan berangkat kuliah, di ruang makan, sudah ada banyak balon putih yang menggantung di atap dan bunga mawar  merah dan sebuah kotak kado bercorak polkadot pink diatas meja makan bertuliskan, "Happy Birthday My Arum, be best friend till whenever."  Jujur, aku lupa bahwa hari itu adalah 17 September, dimana umur semakin mengurang dengan dosa yang semakin bertambah, Astaghfirullah.

Aku terharu dengan kejutan dari Atha, dia memang baru di hidupku, namun benar-benar paham selayaknya teman lama, aku sangat suka dengan kejutan, sesederhana apapun itu. Ibu dan ayah merangkulku dari belakang, dan ayah berkata, "Cinta dan yang selalu kami cinta, tetap jadi anak perempuan yang baik dan membanggakan buat ayah dan ibu nak." Ibu meneteskan air mata harunya dan menciumku, "I love you, Love."  Dalam hatiku aku mengucap, Fabiayyi alaa irabbikuma tukadziban, sungguh salah satu kebahagiaan adalah ketika sekitar membuatmu bahagia.

Hari itu, masih ada yang kurang, apakah Jo lupa sampai tidak mengucapkan padaku. Ini kejadian pertama kali selama lima tahun kami berpisah. Memang benar, ada Atha yang sudah memberiku surprise, namun aku adalah Arum pada Joshua yang masih sama seperti lima tahun yang lalu

~~~~~~~~~~~~

Senin, 20 November 2017

CHILDHOOD Part 6 - Aku mulai tumbuh (kembali)

Pengibaratan bahwa cinta ibarat tanaman, semakin hari semakin tumbuh dengan sendirinya. Subur atau tidaknya tumbuhan itu, tergantung pada pupuk dan perawatannya.

Dan kini, aku sebagai tumbuhan tersebut. Atha dan keluarganya, semakin hari semakin dekat dengan aku dan keluargaku. Namun begitu, aku tidak mungkin melupakan Joshua yang juga sahabatku sejak kecil, pembawa tawa yang lebih dulu dibanding Atha.

Tepat tiga bulan, Joshua tidak ada kabar, nomor handphone-nya tidak aktif, off di semua sosial media. Lagi - lagi, ibuku yang mencoba menanyakan kabar Jo pada ibunya, dan selalu mendapat jawaban yang sama, "Jo sehat nak Cinta, sekarang dia memang tidak aktif dengan sosial media dan gadget, karena sibuk dengan kuliah dan sedang mengurus beasiswanya."

Entahlah, aku harus percaya atau tidak. Harapanku selalu sama, semoga ia baik-baik saja disana. Lalu aku dan Atha, bagaikan aku yang sedang memutar kaset lawasku dengan Jo. Atha adalah pria yang baik, tekun solat dan mengajinya. Wanita mana yang tidak jatuh hati pada karakter yang dimiliki Atha.

Atha memang tidak pernah sibuk dengan sosial media. Sangat jarang aku melihatnya memegang handphone, subhanallah benar-benar idaman. Hati memang mudah berbalik, namun tidak mudah melupakan. Terkadang, aku memiliki rasa yang mulai tumbuh pada Atha. Kemudian, aku sadar bahwa ada rasaku yang belum terselesaikan pada Joshua.

"Tha, kamu jalan terus sama aku, kapan sama pacarmu?," tanyaku penasaran.

"Kenapa memang Rum? apa hukumnya punya pacar itu wajib?," jawabnya dengan nada bergurau.

"Enggak gitu Tha, aku kadang penasaran saja, kita setiap hari bertemu, tapi aku gak pernah tau teman perempuanmu selain aku," jawabku.

"Ya kalik, kalo punya temen cewek, kudu bilang kamu Rum," jawab Atha dengan nada mengejek.

"Haha, bilang aja Tha, kamu gak punya temen selain aku kan?," balasku mengejeknya.

"Sotoy lah kamu Rum, yuk ikut aku," ajak Atha.

"Kemana Tha?."

"Ke pasar, beli kaca."

"Ha?? buat apaan Tha?," jawabku semakin penasaran.

"Buat kamu ngaca kalok kamu juga gak punya temen selain aku juga, haha." Atha tertawa sambil menjitak kepalaku.

Kami memang belum lama kenal, namun bukan alasan kami untuk menjadi canggung jika bertemu. Atha selalu menjadi penghangat obrolan kami supaya selalu menjadi asyik.

~~~~~~~~

CHILDHOOD Part 5 - Kamu atau Dia yang datang?

"Hai..," sapa dia tetangga baruku.

"Hai, orang baru ya?," jawabku.

"Iya, kenalin aku Athafariz Hizam, panggil aja Atha," senyum sambil menjulurkan tangan kanannya.

"Oh iya, aku Cinta Sekar Arumi, kamu bisa panggil Cinta atau Sekar, semoga betah tinggal di perumahan ini" jawabku sambil membalas senyumnya.

"Oh Arum, iya makasih ya, kamu mau jogging ya?," tanyanya dengan sopan.

"Iya Tha, kuy lari bareng," ajakku sambil tersenyum.

Minggu pagi yang semakin cerah, dia baru ku kenal hari itu, namun seperti sangat dekat. Ya, wajah, cara bicara, sikap, dan cara berpakaiannya, sama persis dengan Joshua. Semakin aku rindu dengannya.

Secara tidak sengaja, ternyata Atha kuliah di kampus yang sama denganku. Kami hanya berbeda Fakultas, Atha mengambil studi Hukum Islam, dan aku Pendidikan Bahasa Inggris.

"Rum, tinggal disini berapa lama?," tanya Atha.

"Sejak lahir, hehe kurang lebih 20 tahun udahan," jawabku.

"Rum, aku kan orang baru nih tinggal disini, boleh minta tolong  keliling sekitar sini nanti sore," ajak Atha.

"Mmm hari ini? boleh boleh, usai solat Ashar ya Tha?, naik sepeda aja gimana?," jawabku.

"Setuju Rum."

Seusai jogging, aku duduk di teras sambil melamunkan tentang Atha dan Joshua. "Mengapa bisa seperti saudara kembar? Joshua dan aku kan anak tunggal, gak mungkin punya saudara kandung lagi."

"Cintaaaaa....," Ayah menepuk bahuku dan mengejutkanku.

"Ayah mah, Cinta kaget," gerutuku.

"Ya kamu geh, masih pagi begini, ngelamun. Kenapa sayang? cerita geh ke ayah dan ibu," tanya ibu.

"Bu, yah, masak tetangga baru kita, anaknya mirip banget sama Joshua," celotehku.

"Ah, itu mah Cinta yang mengkhayal buk," ejek ayah sambil melirik ibu.

"Hehe, mungkin itu duplikatnya si Joshua buat nemenin kamu nak," sahut ibu.

Sore harinya, ibu dan ayah sedang duduk bersantai di teras dan minum teh hangat. Tiba-tiba Atha datang ke rumah, sesuai rencana pagi tadi. 

"Assalamualaikum om tante," sapa Atha dengan sopan.

"Waalaikumsalam Jo, apa kabar kamu?," jawab ayah yang langsung berdiri menyambutnya.

"Maaf om, saya Atha, bukan Jo." kata Atha dengan malu.

Ibu tertawa melihat ekspresi ayah yang terlanjur malu karena salah menyebut nama. Ibu dan ayah mempersilahkan Atha masuk ke rumah. Kemudian kami pamit untuk bersepeda sore itu. Pertemuan pertama kali ayah dan ibu dengan Atha, membuat mereka percaya bahwa Atha sekilas mirip dengan Joshua.

Sore itu, aku seperti sedang bersepeda dengan Jo sepuluh tahun yang lalu. Melepas rindu yang terpendam dengan Jo pada orang yang berbeda, Atha.

~~~~~~

CHILDHOOD Part 4 - Ada kamu dalam bentuk dia

Sebab menaklukan jarak bukan perihal mudah ketika dua tanganmu tak dapat menyentuh, dua matamu tak dapat menatap, dan bahkan kabar pun adalah hal yang mulai awam untuk ditemukan.

Semester lalu, aku meraih IP yang Alhamdulillah cukup memuaskan, 3.70. Pada semester sebelumnya, Jo  memberiku hadiah atas IP yang kuraih, ia mengirimkan sebuah kado Al-Qur'an pelagi dengan sampul berwarna jingga. Kali ini, aku harus paham, bahwa waktu semakin membuat kami menjadi fokus pada sebuah tujuan yang sama, sukses.

Setiap pulang dari kampus, aku melewati rumah Jo yang dulu ia tempati. Ada yang berbeda sore itu, pintu rumahnya terbuka, bersih dan seperti berpenghuni. Aku mulai penasaran, apa mungkin ada orang yang menempati rumahnya. Tak mungkin, tiba tiba aku menghampiri lalu bertanya langsung. Aku langsung berlari menuju rumahku.

"Assalamualaikum ibu," ucapku dengan meraih tangan ibu untuk bersalaman.

"Waalaikumsalam Cinta, kenapa? sepertinya terburu - buru?," tanya ibu penuh heran.

"Bu, apakah ada tetangga baru yang menempati rumah Joshua?," tanyaku.

"Iya, mereka pindah dari Lampung kemari," jawab ibu dengan lembut.

"Terus? rumahnya Joshua dijual bu?," tanyaku semakin penasaran.

"Mungkin iya nak, sebab dua minggu yang lalu, Pak RT kemari ngobrol sama ayahmu, katanya, rumah Joshua sudah dijual sejak dua bulan yang lalu dan akan ditempati oleh keluarga asal daerah Lampung," ibu memaparkan dengan jelas.

"Mmm begitu, terimakasih ibu," jawabku sambil mencium keningnya.

Aku menuju kamar dan semakin bertanya-tanya. Keluarga Joshua menjual rumahnya dengan tiba-tiba. Perasaanku semakin bercampur, senang ada tetangga baru. Sedih sebab kemungkinan lebih kecil untuk Jo kembali ke Jakarta.

Hari Minggu, jadwalku lari pagi di sekitar perumahan. Hitung-hitung bisa bakar lemak dan dapet bonus udara segar. Biasanya aku sendiri saja, ayah dan ibu pergi senam bersama ke perumahan sebelah. Saat aku membuka gerbang rumah.

"Kreek....."
Aku merasa heran, ada suara yang muncul bersamaan dengan suara gerbangku. Saat aku diluar gerbang dan menghadap sebelah kiri rumahku, ada pria yang cukup tinggi, hitam manis, memakai kaos oblong putih polos, celana pendek, dengan sepatu sport-nya.

Aku menatapnya dan menghela nafas dalam-dalam.

~~~~~~

Dream, Wake up, Prove It!

Di setiap kehidupan, Tuhan selalu memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk bahagia. Definisi bahagia, salah satunya adalah dapat m...