Jumat, 22 Desember 2017

Shaka


Cinta itu kayak marmut lucu, warna merah jambu. Yang berlari disebuah roda, seolah berjalan jauh, tapi gak kemana-mana, gak tau kapan berhenti, Ku jatuh cinta.

Sebait lirik lagu yang membuatku tersenyum di depan layar laptop. Malam itu, aku buka kembali folder folder lawas di galeriku, berisi banyak foto, screenshotan tentang dia, yang sudah lama tak ku jumpai. Jika diminta untuk menceritakan cinta pertama, aku tidak tahu kapan dan siapa orangnya. Mungkin ada satu yang berkesan hingga saat ini, sebut saja Shaka.

Cinta pertama, aku mulai saat di bangku SMA kelas XI, dengan dia yang baru saja diterima di satu SMA yang sama denganku. Bermula hari terakhir MOS, setiap ekstrakurikuler wajib menampilkan parade (pengenalan ekstrakurikuler). Aku melihatnya, dengan topi kardus dan name tag menggantung di lehernya. Saat parade selesai, aku memutuskan untuk makan di kantin sekolah. Karena di SMA ada sebuah adat kesopanan, dimana setiap siswa baru yang biasa disebut menjadi siswa junior wajib menyapa kakak kelasnya.

“Selamat pagi kak,” sapanya dengan senyuman.

“Pagi,” jawabku dengan membalas senyuman itu.

**********

Tahun Ajaran baru dimulai, setiap siswa baru wajib memilih salah satu ekstrakurikuler yang akan ditekuninya. Saat itu, jadwal piketku menjaga basecamp selama waktu pendaftaran ekstra dibuka dan Shaka, mendaftarkan dirinya di ekstra yang sama denganku.

“Permisi kak, mau mengantarkan formulir,” kata Shaka sembari menyodorkan selembar kertas.

“Oh iya, nanti silahkan ikut kumpul ya, hari Jum’at,” jawabku dengan ramah.

**********

Hari Jum’at telah tiba, agendanya adalah Welcome to *****”, aku sebagai salah satu pengurus di ekstra itu, mengenalkan diri di depan kelas. Kami sharing bersama, menceritakan pengalaman kepada mereka, anggota baru. Setiap kakak Senior wajib menuliskan nomor handphone di papan tulis, guna memudahkan anggota baru ketika bingung atau ingin lebih dekat dengan semua kakak angkatan. Shaka adalah salah satu junior yang aktif dan antusias di dalam ekstra, membuatku respect kepadanya.

Ternyata Shaka adalah teman sekelas adik ponakanku, yang kebetulan juga tidak jauh rumahnya denganku. Akses kami untuk berkomunikasi semakin mudah, dia mengirim pesan untuk pertama kalinya.

“Maaf kak, saya Shaka, mau bertanya hari Jum’at besok apakah ekstra?,” sapanya melalui pesan singkat.

“Iya dik, tolong informasikan kepada teman-teman yang lainnya ya?,” balasku.

“Siap laksanakan kak hehe,” jawabnya.

***********

Semakin hari kami semakin dekat, entah bagaimana awal mulanya, kami menjadi sering chatting. Bahkan ia pun juga sering silaturahmi ke rumahku. Mungkin itu salah satu alasan, mengapa aku dan keluargaku bisa sangat akrab dengannya. Hingga tanpa kami sadari, ada sebuah rasa yang mulai aneh didalam hati. Shaka dan aku hanya terus diam tentang perasaan, namun terlihat sama-sama memiliki hal itu. Karena ada sebuah prinsip di ekstra kami, dilarang pacaran dengan anggota ekstra yang sama.
Sempat suatu hari dimana aku sedang berulang tahun, tiba-tiba ia datang memberiku sebuah kejutan dengan kado jam  tangan couple yang telah ia bawa. Ibu dan bapak mengetahui hal itu sambil tersenyum.

“Kha, kok repot-repot,” ucap Ibu.

Mboten buk, namung kado alit,” jawabnya dengan sopan.

Shaka sama sekali tidak canggung ketika berbincang dengan orangtuaku, bahkan orangtuaku sudah menganggap Shaka seperti anaknya sendiri, mengajak makan bersama, sudah bukan hal yang awam lagi untuk keluargaku. Tiba dimana Shaka mengajakku bertemu, untuk membicarakan sesuatu yang penting ujarnya. menyatakan perasaannya kepadaku saat itu, mengucapkan semua yang ia rasakan selama ini tanpa ada jeda di hadapanku.

“Mbak, boleh gak aku punya rasa yang lebih? Boleh gak aku punya rasa sama orang yang udah aku anggep keluarga?,” tanya Shaka serius.

“Boleh aja lah, asal gak sedarah kan gak haram Kha,” jawabku dengan santai.

Yaudah Mbak, makasih udah ngizinin punya rasa itu,” jawab Shaka dengan tersenyum

Sekujur tubuhku serasa kaku, mataku tak berkedip sedikit pun. Masih tak percaya dengan apa yang diucap Shaka. Aku yang berusaha memendam, dia justru terbuka. Perihal rasa, orangtuaku pasti lebih paham mengenai hal ini, Shaka adalah pria pertama yang aku kenalkan kepada Ibu dan Bapak. Mungkin dapat disimpulkan bagaimana kedekatan aku, Shaka, dan keluarga.

Aku dan Shaka memutuskan untuk tetap berteman baik tanpa sebuah ikatan. Prinsip kami adalah, “Jika jodoh tidak akan tertukar.” Namun selama hampir dua tahun aku mengenalnya, aku tidak merasakan sedih sekalipun, dia yang selalu mengingatkanku untuk lebih dekat dengan Allah setiap harinya, bahkan membangunkanku untuk saur ketika bulan Ramadhan. Hingga aku yang terlalu percaya bahwa dia adalah pria dengan agama yang cukup baik.

“Kha, kemana? Kok seharian ga SMS?,” tanyaku melalui SMS.

“Baru pulang dari ibadah, maaf baru sempet ngabarin,” jawabnya.

“Ibadah? Dimana?,” balasku semakin penasaran.

“Iya, sembahyang di Vihara,” balasnya.

Aku letakkan handphone ku diatas tempat tidur, melamun sejenak. Agama dia apa? Kok sembahyang?. Beberapa jam kemudian, aku mengirimkan SMS ke salah satu teman dekatnya Shaka.

“Dik, mau tanya,” ucapku.

“Apa kak?,”jawabnya.

“Agamanya Shaka apa sih?.”

“Budha kak.”

Aku terdiam sangat lama, hingga aku merasakan seperti wanita bodoh malam itu. Shaka, yang tiap kali teman-temannya sholat di masjid, ia selalu mengikuti ke masjid. Tiap kali puasa Ramadhan, ia bagaikan orang yang sedang puasa, bahkan setiap kali sholat 5 waktu, ia selalu mengingatkanku.  Namanya pun tidak mengandung makna Budha sedikitpun, bahkan setiap kali ekstra, dimana ia sudah dilantik menjadi Ketua Ekstra, ia selalu mengucapkan salam dengan baik. Lalu, bagaimana rasa curiga akan muncul, jika dia bersikap seperti seagama denganku. 

Sepertinya hanya aku yang benar-benar tidak mengetahui hal sepenting itu. Shaka adalah orang yang baik, sabar, dan luar biasa pengertian, tidak mungkin aku yang hanya wanita biasa tidak menjatuhkan hati padanya. 

Aku tahu bahwa cinta tidak pernah ada batas, bahkan tidak pernah ada tuntutan ketika kita akan mencintai seseorang. Shaka bukan pacarku, namun ia berkesan di hidupku, mengajarkan banyak hal terutama perihal kasih sayang. Aku sempat patah karenanya, jika aku mengajaknya untuk menjadi mualaf, terlalu berat. Keluarga Shaka, terutama kakak-kakaknya adalah seorang biksu, bahkan ada yang sudah menjadi biksu di Hongkong. Faktanya, hingga kini ketika aku bertemu dengannya, hatiku seperti menandainya, "Dia adalah orangnya."

Lebih mengejutkan lagi, aku sedang menjalani sebuah hubungan dengan salah seorang pria. Dan wajah hingga watak Shaka ada semua pada dirinya. Aku berfikir bahwa itu hanya sebuah kebetulan semata, dan hanya aku yang berfikiran demikian. Ternyata tidak, teman-teman yang mengetahui kisahku dengan Shaka selalu berkata, kok mirip banget sama Shaka.

Tuhan sungguh merencanakan hal indah tanpa kita sadari, seperti kisahku selama ini dan yang sedang ku jalani.

**SEKIAN**

#TantanganODOP4ke-5 #CintaPertama


Selasa, 19 Desember 2017

Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Saat itu aku sedang membuka Instagram, mencari quote-quote romantis. Dan, secara tidak sengaja ada beberapa quote yang membuatku tersenyum saat membacanya. Dibawah quote tersebut tertulis nama Dilan, sebab rasa penasaran yang semakin tinggi, akhirnya aku mencari tentang Dilan di Google. Ahh, luar biasa  seketika dibuatnya baper dan membuatku tertarik untuk membaca Novel Dia Adalah Dilanku Tahun 1990.

Novel Dilan ditulis oleh Pidi Baiq, penulis terkenal dengan berbagai karyanya yang tak kalah menarik. Sebenarnya, novel ini sudah terbit sejak tahun 2015 lalu, tapi tetap menjadi trending topic di kalangan remaja.


Menonjolkan dua tokoh utama, yaitu Dilan dan Milea. Diceritakan oleh Milea dengan menggunakan sudut pandangnya untuk menceritakan kisahnya dulu, di tahun 1990, dengan setting kota Bandung pada masanya. Novel pertama ini menceritakan kisah awal Milea saat bertemu dengan Dilan. Milea adalah siswa baru di sekolah Dilan. Milea yang cantik dan baru saja pindah dari Jakarta, membuat dirinya tenar didekati banyak pria, termasuk Dilan. Dilan adalah siswa yang bandel dan selalu dipanggil ke ruang BP karena ulahnya. Dilan adalah anggota salah satu geng motor di Bandung, bahkan ia dijuluki si Panglima Tempur oleh kelompoknya. 

Dilan mencintai Milea sejak pertama kali berjumpa,  dan berusaha mendekatinya dengan cara-cara unik dan beda dengan pria lain pada umumnya. Ia selalu menggunakan banyak trik yang dapat dikatakan sangat konyol namun berhasil membuat mendadak baper

“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” -Halaman 37

"Jangan rindu, rindu itu berat. Biar aku saja."  - Halaman 284

Itulah dua penggalan kalimat gombal dari Dilan untuk Milea, terlihat unik dan membuat pembaca tersenyum sendiri membacanya. Itulah Dilan, yang selalu berhasil membuat Milea semakin jatuh hati padanya. Milea yang tidak mengenal Dilan sebelumnya, semakin hari semakin penasaran dengan sosok Dilan.


Kelebihan novel ini adalah, kemampuan penulis dalam menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami pembaca, berhasil membuat pembaca merasa kasmaran dan terbawa di dalam cerita. Selain itu, di dalam novel terdapat beberapa ilustrasi yang melengkapi gambaran keadaan, sehingga membuat pembaca semakin tertarik.


Kekurangan novel ini adalah  pada desain cover yang terlalu sederhana, yang mungkin membuat pembaca menjadi kurang tertarik jika belum mengetahui isi cerita sebelumnya. Dan juga, dialog yang terlalu singkat-singkat dan kebanyakan “hahaha” dan “hehehe”. Namun, selebihnya novel ini bagus dan menarik untuk dibaca.

Judul Buku: Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books, Mizan Media Utama
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 332 halaman




Minggu, 17 Desember 2017

Terbatas Namun Luar Biasa






Pagi yang dingin, kasur semakin agresif dan membuat diri enggan berpindah darinya. Kamar kost ku masih gelap, bahkan sinar matahari belum terlihat dari ventilasi. Aku bersantai ria, menikmati kemalasan hakiki. Tiba - tiba, handphone ku berdering.

"Halo, apa pray?," tanyaku.

"Heh, kok kamu belum ke kampus?," tanya Pray, salah satu sahabat dekatku di Kampus.

"Lah, sepagi ini ngapain ngampus? bantu satpam jaga gerbang po?", jawabku dengan nada  malas.

"Pagi? melek dulu Na, jangan ngelindur. Sekarang udah jam 8.05 WIB," tegasnya.

"Masya Allah!."

Tanpa berpikir panjang, langsung aku matikan telepon darinya. Segera aku mandi dan berbenah diri menuju kampus. Dengan wajah yang polos tanpa sentuhan make up sekalipun bukan halangan untuk tiba di kampus tepat waktu. Jam kuliah dimulai pukul 08.15 WIB, dan aku tiba di kampus pukul 08.16 WIB. 

Hari itu adalah pertemuan pertama di mata kuliah EYL (English Young Learner). Pelajaran yang membahas cara mengajar Bahasa Inggris kepada anak-anak. Seperti biasa, Dosen menentukan peraturan dan kontrak kuliah selama satu semester kedepan. So far, tidak ada masalah sebab yang aku bayangkan adalah, hanya mengajari Bahasa Inggris kepada anak PAUD, TK atau SD. Namun, semua itu hanya khayalan.

"Okay, in this lesson, I just give you a exercise, not too difficult and not too easy. Are you ready to listen?," ucap Ibu Dosen.

"Yes, ready Mom," jawab aku dan temanku dengan serentak.

"I just want you all to teach English in SLB, make a small group consist of seven person and every group must practice in the different SLB," jelasnya

Secara spontan kami terkejut, harus mengajar Bahasa Inggris di SLB, setiap kelompok harus memiliki alat peraga untuk mengajar dan harus direkam dan dibuat menjadi short film . SLB (Sekolah Luar Biasa), tak pernah terbayangkan sebelumnya, akan bagaimana saat mengajar nantinya. Dua hari kemudian, aku dan kelompok sudah menemukan sebuah SLB di Lampung Timur yang masih terbilang cukup baru.


Sesampainya disana, jantung  kami berdegup melebihi porsi orang normal. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya kami kemari. Beberapa siswa ada yang sedang di psikoterapi hingga teriakannya terdengar diluar, membuat kami semakin gugup. Tiba-tiba ada seorang guru yang keluar dari kantor dan menghampiri kami di tempat parkir. Bapak Bambang namanya, beliau sangat ramah, mengajak kami untuk masuk ke kantor dan berbincang bersama.


"Mahasiswa dari mana? dan ada perlu apa ini?," ucapnya dengan ramah.

"Begini Pak, kami mendapatkan tugas dari kampus untuk mengajar Bahasa Inggris di SLB, dan kami berniat untuk melakukan studi di SLB Harapan Ibu ini Pak," jawab salah satu anggota kelompokku.

"Dengan senang hati kami menerimanya, namun ya begini keadaannya nak. SLB ini masih baru dan siswa nya masih sedikit," jelas Pak Bambang.

Tiba-tiba, Pak Rudi menemui kami. Beliau adalah pemilik SLB Harapan Ibu. Beliau tak kalah ramah dengan Pak Bambang, menceritakan kami mengenai sejarah berdirinya SLB-nya. Di tengah obrolan, aku menangis sesenggukan mendengar cerita beliau. Beliau mendirikan SLB dikarenakan memiliki dua anak, Rita yang berusia kurang lebih 17 tahun dan Ridho berusia 15 tahun. Keduanya sangat Allah sayangi dengan diberikan kelebihan yang orang lain tidak punya. Rita lahir dengan keadaan tulang belakang yang kurang kuat untuk menyangga tubuh. Sehingga, ia hanya bisa berbaring di atas kasur spanjang usianya. Sedangkan  Ridho adalah penyandang tuna grahita, dapat berbicara namun kerja otak sedikit lebih lambat. 

"Saya mendirikan SLB di depan rumah saya sendiri mbak, mas. Dengan tujuan, saya tidak ingin anak-anak yang memiliki kelebihan dari Allah harus merasakan minimnya pendidikan, begitupun kedua anak saya. Saya sangat bersyukur memiliki mereka yang lebih kuat dibandingkan saya. Mereka adalah semangat saya jika saya sedang lelah, sakit dan dalam keadaan apapun saya akan merawat dan menyayangi mereka semampu saya. Saya ingin mencarikan teman untuk Rita dan Ridho belajar dirumah, ya ini SLB Harapan Ibu," tutur beliau dengan mata berbinar-binar.

Ahh, tangis kami bertujuh semakin membuncah, tak mampu lagi dibendung. Pak Rudi menceritakan semua tentang kedua anaknya, yang membuat kami speechless. Kami diajak mendekat menuju ruang kelas tempat dimana mereka belajar. Hari pertama, kami hanya diperbolehkan untuk mengintip lewat jendela. Karena, mereka butuh waktu untuk berkenalan dengan orang baru.

Hari kedua, dimana kami semua sudah siap membawa alat peraga dan video recorder untuk mengajar, kami didampingi dua guru. Mereka memperkenalkan kami kepada murid-murid yang luar biasa dan cara pendekatannya. "Sebab, mengajar peserta didik di sekolah biasa dengan di SLB sangatlah jauh berbeda. Dibutuhkan kesabaran, kasih sayang dan ketelatenan Mbak," jelas salah satu guru.

Ada enam siswa didalam kelas, tujuh karakter pula yang harus kami pahami. Novia, Johan, Ridho, Fitri, Rifki, Juanda. Mereka menyambut kami dengan bahagia. Ada beberapa anak yang berkesan hingga sekarang, Novia adalah anak yang seharusnya sudah SMA, ia cantik dan memiliki kebiasaan mencium tangan dengan siapapun yang ia temui. Sedangkan Rifki, anak ganteng yang pintar dan memiliki cita-cita sebagai pembalap. Kemudian Fitri, bisu dan tuna rungu, ia mengenakan kerudung saat sekolah, dan membuat kami harus mampu menghafal isyarat-isyarat abjad agar bisa berkomunikasi dengannya. Dan yang terakhir adalah Ridho dan Juanda, mereka berdua sama-sama pemalu, namun Ridho memiliki hobi menari, salah satunya gerakan Girl Band-7 Icons (Playboy).

**********

Sayangnya, kami hanya melakukan pengajaran sebanyak empat kali. Selama mengajar, tidak jarang kami meneteskan air mata sebab tingkah laku mereka yang membuat kami terharu, Fitri salah satunya. Hari Jum'at yaitu jadwal mengeksplorasi lingkungan sekitar. Setiap anak diwajibkan membawa bekal, bahkan orangtua diperbolehkan mendampingi. Saat makan bekal bersama, aku melihat satu persatu bekal dan lauk yang dibawa mereka. Ada sosis, mi, daging ayam, dan lain sebagainya. Namun, mataku berhenti saat melihat bekal yang dibawa Fitri, hanya nasi putih, dan dua tahu goreng. Aku mendekatinya dengan mata yang berbinar, berniat menyuapinya, namun ia menolak. Justru sibuk mengusap air mataku dan mengisyaratkan mengajakku makan bersamanya. Wajahnya sama sekali tidak terlihat sedih, ternyata Fitri adalah salah satu murid yang sangat kurang mampu, bahkan setiap hari Jum'at, menu makanannya tidak pernah berubah, kecuali ada wali murid baik hati yang membawakannya makanan.



Hari terakhir, saatnya kami berpamitan kepada mereka. Senang karena tugas kami sudah selesai, sedih juga karena kami harus meninggalkan mereka. Kami masuk kelas dengan wajah yang lesu, melihat mereka untuk terakhir kali. Namun mereka pun demikian, seperti merasakan apa yang kami rasakan. Terutama Rifki dan Novia, anak yang biasanya ceria dan aktif, hari itu mereka lesu, cemberut dan lain sebagainya. Kami berpamitan dengan tangisan yang tak kunjung reda.

"Ibu, jangan,"ucap Novia dengan terbata-bata.

"Jangan kenapa Novia sayang?," tanya Devica, salah satu anggota kelompokku.

"Jangan jauh jauh Ibu," jawabnya lagi.

Kami bersama memeluk Novia, Ridho, Rifki dan yang lainnya. Tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang, spontan aku terkejut dan menengoknya.

"(Fitria lesu menatapku)."

"Mengapa Sayang?," tanyaku dengan isyarat.

"(Jangan pergi, aku sayang Ibu)," Fitri mengisyaratkannya.

Aku menyudutkan lututku di lantai dan memeluknya. Jika ribuan manusia mengeluh karena gagal berusaha. Ada kalanya, belajarlah dari mereka, gagal sempurna namun tidak lelah berusaha. Mereka tidak pernah mengeluh, empat hari bersama mereka membuat kami sadar bahwa begitu kufurnya kami. Selalu mengeluh, merasa menderita, namun sering lupa bersyukur saat bahagia.

Fitri

Saatnya mengumpulkan tugas di kampus, mempresentasikan dan bertukar pengalaman bersama teman-teman. Suasana kelas menjadi penuh tangis, menyadari bahwa diri memiliki kelebihan namun kurang digunakan. Dugaan kami sebelumnya, SLB adalah sekolah mengerikan. Setelah kami bertemu mereka, anggapan kami berbalik 360 derajat, SLB benar-benar sekolah yang amat sangat luar biasa. Ada murid yang luar biasa, menguji kesabaran namun pandai menyembunyikan kesedihan.

Semoga kalian kelak menjadi anak-anak penerus bangsa yang membanggakan, Aamiin Ya Robbalalamin.


*** SEKIAN ***

Untuk melihat keceriaan mereka, silahkan buka link dibawah ini :)


Eksplorasi Lingkungan Sekitar
Novia sedang belajar bersama Anggun

#TantanganODOPFiksi3

Sabtu, 16 Desember 2017

Manusiawi

Jika sakit terus terawat
Mungkin hatimu terlambat bahagia
Sulit memaafkan yang sudah terlewat
Dan terus membencinya

Manusiawi,
Namun ingatlah, waktumu terlampau sia - sia
Jika terus menerus menunda bahagia
Menutup pintu kepada pendatang yang ingin singgah dan bersedia

Jika sakitmu terlampau sakit
Obatilah dengan mengingat
Mengingat bahwa manusia selalu memiliki masa
Masa mengenal, bersama, bahkan berpisah sekalipun

Berhenti membenci dia
Sebab yang membuatmu kembali tegar
Bukan hanya keberuntungan
Melainkan pengalaman

Jumat, 15 Desember 2017

Rain di November

November tiba, Raina adalah pencinta November yang selalu setia pada musimnya, hujan.  Raina adalah wanita berusia kepala dua dengan tubuh berbadan tinggi dan kulit kuning langsat. Sangat menyukai style pakaian sederhana, berkemeja panjang dan celana jeans. Karakternya yang cerewet dan sedikit tomboy membuat teman temannya menyapa dia dengan sebutan “bebek.” Bahkan sahabatnya, lebih banyak pria dibandingkan wanita

Di umurnya yang sudah 21 tahun, Rain belum pernah pacaran. Mungkin karena Rain sering mendengarkan curhatan para pembaca blog nya tentang asmara. Tidak sedikit dari tulisannya membahas tentang cinta, baik tentang jatuh hati ataupun saat patah hati. Siapa yang tidak mengenalnya, semua jenis tulisan yang di publikasikan menjadi trending topic, terutama puisi dan cerpen cinta yang selalu menjadi best seller di kalangan remaja.

Karya Rain yang berjudul “Bagai Pelangi seusai hujan,” yang menceritakan tentang hiruk pikuk suasana kala berkenalan dengan seorang pria, lalu dibuatnya jatuh cinta untuk pertama kali, namun memilih diam. Tidak sedikit pembaca yang mengatakan bahwa cerita itu diangkat dari kisah nyata Rain sendiri. Namun, Rain tetap cuek dengan komentar para pembaca tanpa memberi klarifikasi mengenai hal tersebut.

Bek, cerpen yang lo unggah di blog, cerita nyata ya?”, tanya salah satu teman prianya.

Enggak, sotoy lo kus,” jawabnya.

Halah, kayaknya ceritanya tentang gue Rain, apa gue yang ke ge’eran?,” tanya Dito sambil mengunyah keju di tangannya.

“Haha, nyeritain lo, kayak gak ada yang lebih bagus untuk diceritain ya Kus?,” jawab Rain dengan bergurau.

Tikus adalah panggilan akrab Rain untuk Dito, karena Dito menyukai  keju, bahkan kemanapun ia pergi selalu membawa keju. Mereka adalah teman sekelas di kampus, yang memang diantara teman pria Rain yang lain, Dito adalah salah satu sahabat dekat Rain.

Rain tak bisa berbohong, bahwa Dito adalah sahabat yang berhasil membuatnya nyaman untuk pertama kali. Sejak kehadiran Dito yang luar biasa perhatian dengan Rain, membuatnya menjadi membuka hati untuk pertama kalinya. Namun, Rain ingat bahwa Dito tetap menganggap Rain adalah adik perempuannya.

Woy bek, ngapain lo ngelamun? Kesetanan baru tau rasa lo!,” suara keras Dito membuyarkan lamunan Rain.

Eh, nggak, nggak ngelamun.” Jawab Rain.

Kelarin dulu itu cerpen lo, ceritanya kan masih  bersambung,” ujar Dito.

Mereka selalu menyempatkan makan siang bersama di kantin kampus sekalipun. Dan kemanapun mereka pergi,Rain selalu membawa tablet yang selalu ia gunakan untuk mengunggah tulisan di blog nya. Dito lah salah satu sahabat yang selalu menyemangati Rain untuk mengunggah tulisan secara rutin setiap harinya.

Dito memiliki pacar bernama Diana, mereka menjalin hubungan sudah hampir dua tahun. Namun, Diana adalah wanita hits di kampus yang sangat posesif  dan selalu ingin perfectionism  tentang hubunggannya dengan Dito. Perkara pakaian dan parfum yang dipakai Dito pun, Diana yang menentukan. Hingga tak jarang, Diana marah hanya karena Dito foto bersama teman wanitanya, chat bersama teman wanita, salah kostum saat jalan, dan memakai parfum dengan aroma yang berbeda. Namun, Dito adalah pria sabar, mengalah setiap kali berkelahi, meminta maaf meskipun tidak salah. Itulah, rahasia keawetan hubungan mereka.

Diana pernah sekali melabrak Rain karena dianggapnya sudah berlebihan terhadap Dito. Hingga membuat hubungan Dito dengan Rain menjadi renggang selama nyaris tiga bulan. Dito berusaha untuk membuat pacarnya supaya tidak cemburu kepada satu wanita saja yang sudah ia anggap sebagai adik perempuannya, yaitu Rain.

Hal tersebut terkesan berlebihan, namun bagaimana pun Dito menyayangi Diana.Itulah salah satu sebab mengapa Rain memilih untuk diam dengan rasa yang terus mengalir setiap harinya. Rain tidak ingin membuat Dito putus dengan Diana. Hingga suatu hari, saat Dito sudah memiliki janji dengan Rain untuk menemaninya pergi ke toko buku. Namun saat dalam perjalanan, Diana menelpon Dito dan mengajaknya makan siang bersama di cafe langganan mereka.

“Kus, mending lo jemput Diana deh, gua gapapa sendiri,” ucap Rain.

“Tapi, gua udah janji sama lo buat nemenin lo hari ini Bek?,” jawab Dito dengan nada cemas.

Udah, gapapa. Gua balik naik taksi ntar, Diana entar ngambek kalo gak diturutin. Gua gak mau lo sedih,” ucap Rain dengan nada rendah dan tersenyum kecil.

Akhirnya, Dito menjemput Diana dengan berat hati meninggalkan bebek kesayangannya. Sesampainya di rumah Diana, Dito masih harus dimarahi Diana hanya karena memakai sandal jepit. Lagi lagi Dito mengalah dan memilih membeli sepatu di mall sebelum pergi makan siang bersama. Dito sering dibuat geram ketika Diana harus memaksanya diwaktu yang tidak tepat, terutama untuk meninggalkan Rain. Namun, Rain selalu memaklumi, mungkin Diana saking sayang kepada Dito. Tidak hanya sekali hal itu terjadi, pernah Rain menangis sesenggukan ketika Diana memarahinya dimuka umum karena memakai jam tangan yang sama dengan Dito, padahal jam itu adalah hadiah ulang tahun Rain dari Dito.


Rain memang cerewet dan tomboy, namun soal perasaan, dia adalah wanita yang sama dengan yang lainnya. Lalu, bagaimana rasa yang ia punya? Haruskah bersua atau hanya dalam angan semata?

#Tantangan FiksiODOP #LimaKataKunci

Dream, Wake up, Prove It!

Di setiap kehidupan, Tuhan selalu memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk bahagia. Definisi bahagia, salah satunya adalah dapat m...