Minggu, 26 November 2017

CHILDHOOD Part 12 - Cinta berhenti seketika

Sudah sepekan aku bersama Joshua. Keadaannya semakin hari semakin membaik. Joshua sudah diizinkan untuk dibawa pulang ke rumah. 

Joshua dan keluarganya memang beragama Nasrani sejak lahir, namun daerah sekitarnya adalah mayoritas beragama Islam. Hingga akhirnya, ayah dan ibu Joshua sedikit paham tentang agama islam. Setelah mereka masuk agama islam dengan niat tulus, tampak sekali bagaimana usaha keluarga Joshua.

Meminta diajarkan guru privat untuk mengaji dan berlatih bacaan solat. Joshua sudah dapat beraktivitas seperti biasanya. Sungguh, aku terharu dengan usaha yang mereka lakukan.

Hingga akhirnya, aku dan keluarga harus pulang, sebab ayah hanya meminta izin kerja selama satu minggu. Sesampainya di Jakarta, saatnya aku bertemu dengan pria yang kuanggap kembaran Joshua. Ia tampak bahagia ketika melihatku pulang.

"Rum, akhirnya kamu pulang," ucap Atha.

"Haha, kamu rindu aku ya Tha," timpalku.

"Cepet cerita, gimana keadaan Joshua Rum?" tanyanya.

"Alhamdulillah sehat," jawabku.

Aku hanya tidak ingin menyakiti siapapun dalam kisah ini. Aku hanya berusaha menjaga keduanya. Sejak Joshua sebagai muallaf, luar biasa ibadahnya. Justru malah lebih tekun dibandingkan aku, Jo melaksanakan puasa Senin Kamis, belajar menghafal Al Qur'an dimulai dari Juz 1.

Satu bulan kemudian, tepat bulan Januari. Jo sudah dapat kuliah seperti biasa. Kami berkomunikasi dengan baik, hingga akhirnya tepat di awal bulan Februari, Jo mengirimkan pesan yang berisi," Rum, sekarang adakah pria yang dekat denganmu?". Aku membalas, "tidak Jo,hanya ada tetangga baru bernama Atha."

Tiba-tiba, tanggal 27 Februari, Joshua mengirim pesan bahwa ia dan keluarga malam ini akan ke Jakarta. Antara bingung dan bahagia menjadi satu. Aku mengajak Atha bertemu di taman.

"Tha, aku mau ngomong sesuatu," sapaku.

"Apa Rum, ngomong aja," jawabku.

"Semisal sekarang aku menjawab pertanyaanmu yang dulu, boleh?," jawabku.

"Sangat boleh, dan aku siap menerima keputusan apapun Rum," ucap Atha sambil tersenyum.

"Atha, kamu baik, agama mu baik, semuanya baik, maafkan aku jika aku membuat kamu sakit hati, aku gak bisa membohongi perasaanku, aku mencintai Joshua, nanti malam ia dan keluarga datang kerumah, sekali lagi aku minta maaf Tha," jelasku.

"Rum, sudah aku bilang, apapun nantinya kamu dan aku, aku tetap bahagia bisa jadi temen kamu sampai kapanpun. Tenanglah, aku tidak marah, sebab rasa itu bukan kita yang membuat, namun segalanya atas izinNya, semoga lamarannya lancar Rum, nanti aku datang, " jawab Atha.

Aku menganggap Atha sebagai kakak sendiri. Ia sangat dewasa dan bijak dengan keputusanku. Hingga akhirnya, malam itu, Jo dan keluarganya datang dengan membawa rombongan pengiring, membawa berbagai seserahan, dan lain-lain.

Malam itu, adalah hari bahagia yang membuatku tercengang. Sebab, ku kira Jo hanya akan datang bersama ayah dan ibunya saja. Ternyata tidak, malam itu juga, Jo membawa penghulu dan sudah siap untuk akad denganku. Mata ku berkaca-kaca, tak bisa bicara. Dari banyaknya kejutan yang Jo berikan, kali ini yang luar biasa.

Sebagai mahar pada pernikahan dadakan nan sederhana itu, Joshua memberiku mahar Surah Ar-Rahman dengan segala kekurangannya. Ia mengucap namun tak bersuara, Subhanallah. Semua para tamu dan saksi menangis terharu menyaksikan acara pernikahan kami.

Malam itu aku sudah sah menjadi istri dari Tn.Joshua Ridwan Lubis, itu adalah nama Joshua setelah menjadi mualaf.

Setiap kehidupan, kamu adalah wayang, dan Tuhan sebagai dalang. Dengan siapapun kamu dipertemukan, itu adalah jalan Allah mempertemukanmu kepada jodoh.

Joshua teman kecil ku, sempat menghilang, lalu lembali dengan keadaan yang berbeda. Jika mencari orang yang lebih sempurna dibandingkan Jo, pasti ada diluar sana, termasuk Atha. Namun, bukan sempurna yang aku cari, sebab hati memintaku untuk menerima Jo dengan segala kekurangan yang saling dimiliki, dan meminta kami untuk saling melengkapi. Cinta Sekar Arumi memutuskan cintanya untuk berhenti, pada dia lima tahun tak ku temui.




SEKIAN

CHILDHOOD Part 11 - Hati bagai runtuh

Saat tiba di depan sebuah ruangan, ibu Jo menatap kami dengan pandangan yang dalam mengisyaratkan bahwa kami harus siap. Pintu dibuka dan seraya aku langsung bersimpuh lemas. Sama sekali tidak terlintas di pikiranku.

Joshua yang aku kenal, sedang berbaring dengan kabel dimana-mana, dengan mata terpejam, tubuh yang kurus, dan wajah yang pucat. Aku menangis tak terkontrol. Seharusnya aku bertemu dengannya dan main bersama. Namun, bayanganku jauh beda dengan realita

Ibu, ayah dan orangtua Joshua, coba menenangkanku. Jadi selama ini, Joshua benar-benar mencoba menyembunyikan semuanya dari aku. Ibu Jo menjelaskan bahwa Joshua terserang kanker laring stadium 3. Sejak SMA, Joshua mencoba rokok dan kejadian itu berulang kali ia lakukan secara sembunyi-sembunyi dari ayah dan ibunya, bahkan aku pun tidak tau bahwa Joshua merokok.

Kelas 3 SMA, Jo mulai mengeluh batuk yang cukup lama, dan di dalam kerongkongan, banyak lendir, ibu dan ayah Jo pergi ke Laboratorium, untuk mengetahui penyakit yang Joshua derita. Ternyata, saat kelas 3 SMA, ia sudah memasuki stadium 2.

Itulah alasan mengapa Jo pindah ke Jogja, supaya mendapatkan penanganan lebih intensif. Hingga ia menjalani berobat jalan, selama satu bulan haru rutin tiga kali kontrol. Justru, Joshua sempat stres, kelelahan, dan menjadi penyebab kanker tersebut semakin mudah berkembang.

Hingga pada akhirnya, dokter meminta untuk mengambil tindakan operasi, sebab hal yang ditakutkan adalah, kanker semakin menjalar ke organ tubuh yang lainnya. Saat akan operasi, keluarga diberi dua pilihan, Jo tidak operasi, namun umurnya tidak panjang, atau Jo harus operasi, namun pita suaranya hilang.

Dua pilihan yang sangat sulit bagi mereka, hingga akhirnya Jo memutuskan untuk operasi. Setelah operasi, keadaan Jo mulai membaik, walaupun tidak dapat berbicara, kehilangan jakun, dan hidung harus digantikan dengan alat buatan yang diletakan di leher bagian depan.

"Joshua sudah hampir tiga minggu koma, ditunggu oleh ayahnya. Om dan tante sangat meminta maaf karena telah menyembunyikan hal tersebut, namun itu adalah permintaan Joshua. Handphone selalu dibawa om nak, saat 17 September kemarin, hanphone Jo berbunyi, reminder bahwa itu adalah hari ulang tahunmu. Hingga akhirnya, om yang mengirimkan SMS itu untukmu," Ayah Jo menjelaskan.

Tak hentinya aku menangis, duduk di sampingnya dan meminta izin kepada orangtua Jo untuk menginap di rumah sakit menemani Jo. Hingga akhirnya Jo sadar, sambil melihatku yang sedang tertidur, mengusap kepalaku. Aku merasakan hal yang sama persis dengan 5 tahun yang lalu, aku terbangun, dan kami berdua saling meneteskan air mata.

Untuk berkomunikasi, Jo harus menulis di secarik kertas dan pena yang sudah disiapkan di samping tangannya. Jo menuliskan, "Rum, apa kabar, aku rindu." Aku benar-benar menjadi wanita tercengeng  saat itu.

Bagaimana tidak, aku yang setiap hari berfikiran bahwa Joshua lupa denganku, aku sempat kecewa, marah. Ternyata, aku salah besar,  Joshua sakit parah hingga demikian. Joshua mengusap air mataku dan membuka mulutnya mengucap "jangan nangis, aku bahagia bisa ketemu kamu." Meskipun tak bersuara, aku paham itu.

Rencana ayah yang lima hari di Jogja, di perpanjang menjadi dua minggu lamanya, setelah tau keadaan Joshua demikian. Tiap malam aku menjaga Jo, jika waktu solat, aku disampingnya, membaca Al-Qur'an dan berdzikir. Joshua, hanya mengamatiku, sebab ia berbeda cara ibadah denganku.

Itulah salah satu alasan, mengapa aku dan Jo tidak bersatu, kami berbeda keyakinan, kami saling mencintai, kami saling mengetahui, namun kami juga paham bahwa jika kami bersatu, itu adalah larangan.

Jo setiap hari melihatku melaksanakan solat, mengaji, dan berdzikir. Dan malam itu, tiba-tiba ia meraih tanganku saat aku mengaji, dan mengucapkan isyarat, "aku ingin masuk islam."

Tak usah di jelaskan, aku terkejur bercampur bahagia.

---------

CHILDHOOD Part 10 - Desember bersama rindu

1 Desember, bulan dimana yang aku tunggu telah tiba. Ibu dan aku sudah mulai berkemas kemas untuk pergi ke Jogja. Ibu sudah menghubungi keluarga yang ada di Jogja, termasuk keluarga Joshua. Entah apa yang aku rasakan, aku bahagia namun takut akan kenyataan.

2 Desember, aku berpamitan kepada Atha, sebab dua hari lagi, aku akan pergi ke Jogja.

"Tha, aku mau pamit," ucapku.

"Ke Jogja ya Rum? hati-hati dijalan," jawabnya.

"iya, kamu jangan kangen aku ya Tha, haha." ucapku sambil tertawa.

"Ya gak mungkin gak kangen, kangen sama kamu kan kegiatan rutinku," jawab Atha sambil menggoda.

Keesokan harinya, aku dan keluarga berangkat menuju Jogja. Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Joshua, menanyakan kabarnya selama ini menghilang dengan tiba-tiba. Sesampainya disana, rumah baru Jo luas, apik dan di sebuah kompleks juga.

Ibunya Jo tidak pernah berubah, selalu anggun dan awet muda. Kami di beri wedang jahe hanget sembari berbincang di ruang tamu. Selama satu jam kami berbincang, aku tidak melihat ayahnya Jo dan Jo.

"Tante, kok om dan jo gak kelihatan?" tanyaku.

"Emm, om lagi kerja lembur hari ini, kalo Jo ya main bareng teman-teman kuliahnya." jawabnya.

Kami tiba di Jogja setelah maghrib, sebab menunggu ayah pulang kerja, barulah kami dapat menuju ke Jogja. Malam itu, kami memilih untuk menginap di rumah Joshu untuk semalam.

Keesokan harinya, mamanya Jo mengajak kami pergi ke sebuah tempat. Kami hanya mengiyakan tawarannya. Tiba-tiba ada yang aneh saat diperjalanan, mamanya Jo yang tadinya saat dirumah ceria sekali, kali itu berubah menjadi pendiam dan pucat.

Tiba-tiba kami berhenti di sebuah Rumah Sakit. Semakin membuatku penasaran, siapa yang sakit? kenapa wajah mama Jo berubah seketika itu. Berulang kali, aku bertanya, dan tidak ada juga jawaban yang aku dapat.

Setelah kami masuk ke Rumah Sakit, para bidan dan perawat sangat ramah kepada mama Jo, seperti sudah lama kenal sebelumnya. Aku semakin bertanya, siapa yang sakit?

~~~~

CHILDHOOD Part 9 - Sebab Cinta membumi bersama Atha

Oktober telah berlalu, sejenak lagi aku kan tiba pada waktu yang ku nanti, bertemu Jo. Perihal perasaan, aku tidak pernah menentukan, sebab rasa timbul pasti atas izin-Nya.

Joshua yang hadir pertama pada umur yang kian dini, membuatku nyaman dengan segala sikap selama umurku berkepala dua. Atha yang secara tiba-tiba muncul dengan wajah dan karakter yang sama dengan Joshua. Aku tidak pernah tahu, bagaimana aku harus bersikap, sebab temu menjadi candu hingga kini tak mau hilang dan terus membumi.

Terkadang ada rasa bersalah kepada Atha, membuat sebab pesan panjang yang ia kirimkan bulan lalu membuat ku bertanya, apakah tindakanku salah selama ini. Bersikap demikian kepada Atha, hingga membuatnya nyaman begitu dalam.

Aku belum pernah bercerita kepada Atha tentang Joshua. Hingga ia menanyakan untuk pertama kali.

"Rum, Joshua itu siapa sih?" tanyanya.

"Sahabat, ya sama kayak kamu gini Tha, kenapa memang?," jawabku.

"Gak papa, dirumahku yang aku tempati, banyak sekali poto mu bersama dia di kamar atas." jawab Atha.

Aku mendengar jawaban itu semakin membuatku terkejut. 

"Rum, hei!!," Atha mengagetiku.

"Iya Tha, kenapa?" 

"Ya jawab pertanyaanku," jawab Atha.

"Joshua itu sahabat dari kecil, kemana mana bareng, keluarganya dekat sekali dengan keluargaku. Lalu, ia harus pindah rumah ke Jogja," jelasku.

"Kamu sayang dia?," tanyanya dengan raut wajah serius.

Aku hanya terdiam dengan pertanyaan yang membuatku bingung tersebut. Bahkan, aku pun tidak tau bagaimana perasaanku pada Jo.

-----------
Atha menjadi berubah sikap kepadaku setelah tahu, bahwa Joshua adalah sahabat yang spesial untukku. Atha menjadi lebih perhatian, lebih dekat, dengan maksud ingin menunjukkan.

Atha sepertinya paham bahwa aku rindu Joshua, Atha paham bahwa Desember nanti, aku akan pergi ke Jogja. Atha semakin mendesakku.

"Rum, beneran akhir tahun, kamu gak nemenin aku?" tanyanya.

"Maaf Tha, aku dan keluarga mau ke Jogja, ke rumah Joshua, silaturahmi kesana. Sudah lima tahun, kami tidak bertemu." jawabku

Sangat terlihat jelas, bahwa Atha tidak nyaman dengan jawabanku. Atha ingin aky tidak pergi, dan tetap di Jakarta, Desember nanti. Atha sore itu mengajakku pergi ke taman, bersepeda bersama. Atha berbeda, menatapku dengan jeli kala itu.

"Rum, aku pengen ngomong serius sama kamu, kayaknya aku mulai jatuh cinta," jelasnya.

"Haha, seserius itukah Tha, sampe mata kamu ga kedip ngeliat aku." jawabku sambil tertawa.

"Rum, aku lagi ga becanda. Apa aku salah, jika aku mencintai wanita yang ku anggap ia teman biasa sebelumnya?."

"Tidak," timpalku.

"Apakah aku salah menjaga dengan baik bagaimana hubungan pertemananku dengan dia sebelumnya?," jelasnya.

"Tidak," jawabku.

"Apakah aku salah, jika wanita yang aku cinta itu, kamu?," ucapnya sambil memandangku lebih dalam.

"Yuk, Tha pulang, udah sore nih." jawabku.

Aku mencoba menghindar tiap kali Atha menanyakan hal demikian. Sore itu, 30 November yang semakin membuatku bingung akan keadaan.

Malam harinya, aku mengirim pesan kepada Atha,

"I'm sorry for my fault to you. I know about your feeling, but I'm not ready yet, if you ask me about that. Once again, I'm sorry if you dissapointed to me. Believe, till whenever I am your best friend.

~~~~~




CHILDHOOD Part 8 - Menjadi sembilu sebabmu

Atha memberiku kado mukena dengan tasbih berwarna pink, aku menyukainya. Atha mengirimkan pesan berantai di handphone ku, sebanyak 22 kali, sama persis dengan umurku sekarang. Tak ada habisnya aku mengucapkan terimakasih kepadanya. Sedangkan Jo, apa benar-benar lupa bahwa hari ini adalah hari ulangtahunku.

Pukul 8 malam, handphone ku berbunyi. Jo mengirimkan SMS yang berisi, "Rum, happy birthday, jaga kesehatan, panjang umur ya." Seharusnya aku tersenyum semringah membaca pesan itu, nyatanya malah sedih.Aku membalas SMS nya, namun pending dan nomornya tidak aktif lagi. Selama ini, Jo tidak pernah mengecewakanku, ya tahun ini pertama kalinya aku kecewa dengannya, biasanya ia menelpon, kali ini hanya pesan singkat yang sangat kurang berkesan.

Tidak pernah aku berpikir akan sebegininya, aku harus apa? jika aku diizinkan untuk jujur, aku kecewa pada jati diri Joshua saat ini. Menghilang tanpa kabar, berbulan bulan lalu menyapa dengan singkat tanpa ada pembukaan. Namun, hati semudah itu kecewa dan terkadang tak memikirkan logika. Aku menyayangi, namun tidak untuk memarahi. Sebab, aku adalah sahabat, bukan musuh yang selalu menuntut untuk dimengerti.

Tanggal kelahiran aku dan Atha, hanya selisih satu bulan. Atha lahir pada tanggal 17 Oktober. Kini, giliranku membuatnya bahagia. Siang itu, ia mengajakku menghabiskan weekend bersama, dan saat makan siang, aku mencoba mencari tahu barang apa yang ia sukai.

"Tha liat geh, di toko sana ada jam tangan bagus banget," ucapku.

"Apaan? biasa aja tauk!" ketusnya.

"Tha, barang apa yang kamu suka?" tanyaku.

"Mmm, barangkali aku mencintaimu, haha," ucapnya sambil bercanda.

"Tha, aku serius."

"Sama Rum, aku juga," ucapnya sambil tersenyum.

Aku hanya terdiam, Atha mengucapkan bahwa bercandaannya adalah serius. Harusnya, aku mendapatkan jawaban tentang apa yang ia suka, bukan malah jawaban bagaimana perasaannya padaku. Mingguku entah mengapa terasa manis, aku yang biasanya hanya biasa saja meskipun bermain bersamanya, kali ini berbeda.

17 Oktober, Atha ulang tahun. Pagi itu, aku bergegas ke rumah Atha, menaruh kotak kecil di depan pintu rumahnya, lalu meninggalkannya. Hari itu, sengaja aku menonaktifkan handphone dan membuatnya kesal. Atha datang kerumah, namun pintu gerbang sengaja aku kunci, supaya ia mengira bahwa kami sekeluarga sedang tidak ada dirumah. Aku menghubungi mama Atha,  menggunakan telepon rumah untuk menanyakan sedang apa Atha dirumah.

"Halo, assalamualaikum, tante," ucapku.

"Waalaikumsalam nak Cinta, ada apa?", jawabnya.

"Tante, Atha lagi apa?," tanyaku.

"Di kamar atas, dari tadi gak mau buka pintu nak, kenapa ya?," tanya mama Atha.

"Jadi gini tante, hari ini Cinta mau ngerjain Atha, tadi Cinta ke rumah tante, narok kotak kado buat Atha, terus pintu rumah Cinta sengaja Cinta kunci dari dalam, biar Atha ngira Cinta dan keluarga gak di rumah. Nanti malem, Cinta ke rumah tante ya." jelasku. 

"Ya Allah, nak Cinta pantesan dia kelihatannya murung sekali hari ini, padahal tante dan om udah kasih kejutan buat dia, wajah bahagianya cuma bentar, terus masuk kamar lagi. Iya nak, boleh kok." jawabnya. 

Atha adalah orang yang sedikit ekspresif, jika sedang badmood jangan harap ia mau diajak bicara. Diam sampai puas, sampai rasas kesal yang ia pendam, hilang. Alasannya cukup logis, supaya tiak ada orang lain yang disakitinya karena perkataannya, sebab saat marah ataupun kesal, emosi sedang tidak stabil dengan hati, juga dengan mulut. 

Malam harinya, aku minta tolong kepada ibu untuk mengirim SMS kepada Atha, berpura pura meminta bantuan. Kemudian, aku kerumah Atha, didepan pintu rumahnya membawakan kue tart tanpa lilin, hanya ada satu tulisan dengan karakter akhi, "Barokallah fii Umrik Tha." Atha membukakan pintu dengan wajah kesal bercampur terharu.

"Kamu kemana aja sih Rum?," tanyanya dengan wajah kesal.

"Hehe, ke hati kamu Tha, nih buat kamu. Kamu kesel ya? videonya udah ditonton?," tanyaku dengan ekspresi tertawa.

"Gak usah ditanya, handphone gak aktif, rumah dikunci. Udah, kamu kok bisa romantis Rum, tapi jujur, aku pertama kali ini dapet surprise dari cewek," jawabnya.

Malam itu, pertama kali aku melihat ekspresi wajah Atha yang penuh bahagia. Sebelum tidur, aku mengaktifkan handphone, dan ternyata Atha udah nelpon sampai 35 kali dari pagi selama hari ini. Banyak SMS darinya, yang tak lain isinya, "Rum, kamu dimana?, Rum, bales dong." Dan SMS terakhir yang kuterima malam itu, Atha menuliskan.

"Assalamualaikum Rum, I don't know who you are in the first meet, I think we are just neighbor. But, that is false, I have a woman who makes me smiling without reason everyday, stand next to me, accompany me, solution for me, patient when I'm angry, the best helper in my problems. I'm the luck, be your friend, although I don't know about my weird feeling, I feel anxious if for a day without you like today. If you ask me, Why? trust me, I don't know. Thanks for much surprises today, my hopes are, till whenever you will be my special, thanks Rum. I'm sorry for my honesty, Wassalamualaikum."

~~~~~~~~~

CHILDHOOD Part 7 - September ku akankah sendu?




Hampir lima tahun, aku tidak bertemu dengan Jo. Jangan ditanya, perihal rindu, aku yang nomor satu. Atha yang hadir sebagai orang baru, yang tak kusangka, dia menjadi seperti Joshua yang dulu. Ibu dan ayah menganggap Atha sudah seperti anak sendiri, sebab papa dan mama Atha sangat sibuk dengan pekerjaannya di luar kota. Oleh karena itu, mama dan papa Atha sering menitipkan Atha untuk diawasi di Jakarta. Meskipun, Atha sudah dewasa dan sebaya denganku, namun bukan berarti mama dan papa Atha melepas dengan mudah begitu saja.

Sore itu, gerimis dan membawa suasana yang hening. Aku yang mencintai kamar dan seisinya, mulai baper dengan pria yang mulai memudar keberadaannya bersama waktu. Tiga malam terakhir, aku memimpikan Jo, mungkin karena aku sudah lama tak bertemu dengannya. Aku belum menceritakannya kepada ibu, masih ingin memendamnya. Allah paham dengan jelas bagaimana rasaku padanya, hingga memintaku untuk mengirim rindu melalui doa, walaupun tak sejalur, tidak lain hanya sekedar usaha untuk melindunginya melalui doa.

"Assalamualaikum....," suara ayah mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam.....," jawabku sambil membukakan pintu untuknya.

"Hai sayang, ada kabar gembira untukmu dan ibu," ucap ayah sambil tersenyum.

"Apa yah?."

"Emmm, nananina haha. Nanti selepas maghrib ayah beritahu, ayah mau mandi dulu sayang." jawab ayah sambil mengusap kepalaku.

Aku memang sudah dewasa, namun tetap menjadi anak tunggal yang tidak akan berubah sikap kemanjaannya pada ayah. Ayah memang sedikit pendiam, meskipun begitu bukan berarti ayah tidak mengetahui kisahku dengan dua lelaki yang sedang berada dalam pikiranku. Sebab, apa yang aku ceritakan kepada ibu, ibu juga akan bercerita kepadda ayah.

Setelah ayah pulang dari solat maghrib, beliau memanggil aku dan ibu untuk berkumpul di ruang tamu.

"Cinta, Ibu, ada yang mau ayah beritahu," ucap ayah sambil tersenyum.

"Apa yah?," tanya ibu dan aku dengan wajah penasaran.

"Ayah dapat bonus tahun ini, bulan Desember dapat tiket gratis liburan ke luar kota bersama keluarga selama lima hari," ucap ayah dengan wajah bahagia.

"Ayah serius? terus ayah mau pergi ke kota mana?," tanyaku.

"Niat ayah mau ke Jogja, sambil bersilaturahmi kerumah baru keluarganya Jo, bagaimana? kalian setuju atau ada pilihan lain?," jawab ayah.

"Ibu sangat setuju yah, ibu juga rindu dengan mereka, apalagi Cinta, rindunya udah keberatan sama Jo, hehe," lirik ibu sambil menggodaku.

Aku hanya tersenyum malu seraya bahagia yang tak bisa di deskripsikan. Kini, bulan September, yang artinya hanya hitungan bulan aku akan bertemu dengan Jo.Tidak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada ayah dan ibu, kemudian menciumnya. Sangat berterimakasih kepada Allah, telah menciptakan aku untuk mereka yang tiada henti menciptakan bahagia dengan cara sederhana sekalipun.

Keesokan harinya, saat aku akan berangkat kuliah, di ruang makan, sudah ada banyak balon putih yang menggantung di atap dan bunga mawar  merah dan sebuah kotak kado bercorak polkadot pink diatas meja makan bertuliskan, "Happy Birthday My Arum, be best friend till whenever."  Jujur, aku lupa bahwa hari itu adalah 17 September, dimana umur semakin mengurang dengan dosa yang semakin bertambah, Astaghfirullah.

Aku terharu dengan kejutan dari Atha, dia memang baru di hidupku, namun benar-benar paham selayaknya teman lama, aku sangat suka dengan kejutan, sesederhana apapun itu. Ibu dan ayah merangkulku dari belakang, dan ayah berkata, "Cinta dan yang selalu kami cinta, tetap jadi anak perempuan yang baik dan membanggakan buat ayah dan ibu nak." Ibu meneteskan air mata harunya dan menciumku, "I love you, Love."  Dalam hatiku aku mengucap, Fabiayyi alaa irabbikuma tukadziban, sungguh salah satu kebahagiaan adalah ketika sekitar membuatmu bahagia.

Hari itu, masih ada yang kurang, apakah Jo lupa sampai tidak mengucapkan padaku. Ini kejadian pertama kali selama lima tahun kami berpisah. Memang benar, ada Atha yang sudah memberiku surprise, namun aku adalah Arum pada Joshua yang masih sama seperti lima tahun yang lalu

~~~~~~~~~~~~

Senin, 20 November 2017

CHILDHOOD Part 6 - Aku mulai tumbuh (kembali)

Pengibaratan bahwa cinta ibarat tanaman, semakin hari semakin tumbuh dengan sendirinya. Subur atau tidaknya tumbuhan itu, tergantung pada pupuk dan perawatannya.

Dan kini, aku sebagai tumbuhan tersebut. Atha dan keluarganya, semakin hari semakin dekat dengan aku dan keluargaku. Namun begitu, aku tidak mungkin melupakan Joshua yang juga sahabatku sejak kecil, pembawa tawa yang lebih dulu dibanding Atha.

Tepat tiga bulan, Joshua tidak ada kabar, nomor handphone-nya tidak aktif, off di semua sosial media. Lagi - lagi, ibuku yang mencoba menanyakan kabar Jo pada ibunya, dan selalu mendapat jawaban yang sama, "Jo sehat nak Cinta, sekarang dia memang tidak aktif dengan sosial media dan gadget, karena sibuk dengan kuliah dan sedang mengurus beasiswanya."

Entahlah, aku harus percaya atau tidak. Harapanku selalu sama, semoga ia baik-baik saja disana. Lalu aku dan Atha, bagaikan aku yang sedang memutar kaset lawasku dengan Jo. Atha adalah pria yang baik, tekun solat dan mengajinya. Wanita mana yang tidak jatuh hati pada karakter yang dimiliki Atha.

Atha memang tidak pernah sibuk dengan sosial media. Sangat jarang aku melihatnya memegang handphone, subhanallah benar-benar idaman. Hati memang mudah berbalik, namun tidak mudah melupakan. Terkadang, aku memiliki rasa yang mulai tumbuh pada Atha. Kemudian, aku sadar bahwa ada rasaku yang belum terselesaikan pada Joshua.

"Tha, kamu jalan terus sama aku, kapan sama pacarmu?," tanyaku penasaran.

"Kenapa memang Rum? apa hukumnya punya pacar itu wajib?," jawabnya dengan nada bergurau.

"Enggak gitu Tha, aku kadang penasaran saja, kita setiap hari bertemu, tapi aku gak pernah tau teman perempuanmu selain aku," jawabku.

"Ya kalik, kalo punya temen cewek, kudu bilang kamu Rum," jawab Atha dengan nada mengejek.

"Haha, bilang aja Tha, kamu gak punya temen selain aku kan?," balasku mengejeknya.

"Sotoy lah kamu Rum, yuk ikut aku," ajak Atha.

"Kemana Tha?."

"Ke pasar, beli kaca."

"Ha?? buat apaan Tha?," jawabku semakin penasaran.

"Buat kamu ngaca kalok kamu juga gak punya temen selain aku juga, haha." Atha tertawa sambil menjitak kepalaku.

Kami memang belum lama kenal, namun bukan alasan kami untuk menjadi canggung jika bertemu. Atha selalu menjadi penghangat obrolan kami supaya selalu menjadi asyik.

~~~~~~~~

CHILDHOOD Part 5 - Kamu atau Dia yang datang?

"Hai..," sapa dia tetangga baruku.

"Hai, orang baru ya?," jawabku.

"Iya, kenalin aku Athafariz Hizam, panggil aja Atha," senyum sambil menjulurkan tangan kanannya.

"Oh iya, aku Cinta Sekar Arumi, kamu bisa panggil Cinta atau Sekar, semoga betah tinggal di perumahan ini" jawabku sambil membalas senyumnya.

"Oh Arum, iya makasih ya, kamu mau jogging ya?," tanyanya dengan sopan.

"Iya Tha, kuy lari bareng," ajakku sambil tersenyum.

Minggu pagi yang semakin cerah, dia baru ku kenal hari itu, namun seperti sangat dekat. Ya, wajah, cara bicara, sikap, dan cara berpakaiannya, sama persis dengan Joshua. Semakin aku rindu dengannya.

Secara tidak sengaja, ternyata Atha kuliah di kampus yang sama denganku. Kami hanya berbeda Fakultas, Atha mengambil studi Hukum Islam, dan aku Pendidikan Bahasa Inggris.

"Rum, tinggal disini berapa lama?," tanya Atha.

"Sejak lahir, hehe kurang lebih 20 tahun udahan," jawabku.

"Rum, aku kan orang baru nih tinggal disini, boleh minta tolong  keliling sekitar sini nanti sore," ajak Atha.

"Mmm hari ini? boleh boleh, usai solat Ashar ya Tha?, naik sepeda aja gimana?," jawabku.

"Setuju Rum."

Seusai jogging, aku duduk di teras sambil melamunkan tentang Atha dan Joshua. "Mengapa bisa seperti saudara kembar? Joshua dan aku kan anak tunggal, gak mungkin punya saudara kandung lagi."

"Cintaaaaa....," Ayah menepuk bahuku dan mengejutkanku.

"Ayah mah, Cinta kaget," gerutuku.

"Ya kamu geh, masih pagi begini, ngelamun. Kenapa sayang? cerita geh ke ayah dan ibu," tanya ibu.

"Bu, yah, masak tetangga baru kita, anaknya mirip banget sama Joshua," celotehku.

"Ah, itu mah Cinta yang mengkhayal buk," ejek ayah sambil melirik ibu.

"Hehe, mungkin itu duplikatnya si Joshua buat nemenin kamu nak," sahut ibu.

Sore harinya, ibu dan ayah sedang duduk bersantai di teras dan minum teh hangat. Tiba-tiba Atha datang ke rumah, sesuai rencana pagi tadi. 

"Assalamualaikum om tante," sapa Atha dengan sopan.

"Waalaikumsalam Jo, apa kabar kamu?," jawab ayah yang langsung berdiri menyambutnya.

"Maaf om, saya Atha, bukan Jo." kata Atha dengan malu.

Ibu tertawa melihat ekspresi ayah yang terlanjur malu karena salah menyebut nama. Ibu dan ayah mempersilahkan Atha masuk ke rumah. Kemudian kami pamit untuk bersepeda sore itu. Pertemuan pertama kali ayah dan ibu dengan Atha, membuat mereka percaya bahwa Atha sekilas mirip dengan Joshua.

Sore itu, aku seperti sedang bersepeda dengan Jo sepuluh tahun yang lalu. Melepas rindu yang terpendam dengan Jo pada orang yang berbeda, Atha.

~~~~~~

CHILDHOOD Part 4 - Ada kamu dalam bentuk dia

Sebab menaklukan jarak bukan perihal mudah ketika dua tanganmu tak dapat menyentuh, dua matamu tak dapat menatap, dan bahkan kabar pun adalah hal yang mulai awam untuk ditemukan.

Semester lalu, aku meraih IP yang Alhamdulillah cukup memuaskan, 3.70. Pada semester sebelumnya, Jo  memberiku hadiah atas IP yang kuraih, ia mengirimkan sebuah kado Al-Qur'an pelagi dengan sampul berwarna jingga. Kali ini, aku harus paham, bahwa waktu semakin membuat kami menjadi fokus pada sebuah tujuan yang sama, sukses.

Setiap pulang dari kampus, aku melewati rumah Jo yang dulu ia tempati. Ada yang berbeda sore itu, pintu rumahnya terbuka, bersih dan seperti berpenghuni. Aku mulai penasaran, apa mungkin ada orang yang menempati rumahnya. Tak mungkin, tiba tiba aku menghampiri lalu bertanya langsung. Aku langsung berlari menuju rumahku.

"Assalamualaikum ibu," ucapku dengan meraih tangan ibu untuk bersalaman.

"Waalaikumsalam Cinta, kenapa? sepertinya terburu - buru?," tanya ibu penuh heran.

"Bu, apakah ada tetangga baru yang menempati rumah Joshua?," tanyaku.

"Iya, mereka pindah dari Lampung kemari," jawab ibu dengan lembut.

"Terus? rumahnya Joshua dijual bu?," tanyaku semakin penasaran.

"Mungkin iya nak, sebab dua minggu yang lalu, Pak RT kemari ngobrol sama ayahmu, katanya, rumah Joshua sudah dijual sejak dua bulan yang lalu dan akan ditempati oleh keluarga asal daerah Lampung," ibu memaparkan dengan jelas.

"Mmm begitu, terimakasih ibu," jawabku sambil mencium keningnya.

Aku menuju kamar dan semakin bertanya-tanya. Keluarga Joshua menjual rumahnya dengan tiba-tiba. Perasaanku semakin bercampur, senang ada tetangga baru. Sedih sebab kemungkinan lebih kecil untuk Jo kembali ke Jakarta.

Hari Minggu, jadwalku lari pagi di sekitar perumahan. Hitung-hitung bisa bakar lemak dan dapet bonus udara segar. Biasanya aku sendiri saja, ayah dan ibu pergi senam bersama ke perumahan sebelah. Saat aku membuka gerbang rumah.

"Kreek....."
Aku merasa heran, ada suara yang muncul bersamaan dengan suara gerbangku. Saat aku diluar gerbang dan menghadap sebelah kiri rumahku, ada pria yang cukup tinggi, hitam manis, memakai kaos oblong putih polos, celana pendek, dengan sepatu sport-nya.

Aku menatapnya dan menghela nafas dalam-dalam.

~~~~~~

Jumat, 17 November 2017

CHILDHOOD Part 3 - Jo? kemana?

Ternyata benar, terkadang jarak begitu jahat pada kami. Aku bisa menyimpan apapun dengan baik, kecuali rasa. Semakin hari, komunikasi antara Jo dan aku mulai merenggang. Aku pernah merasa rindu, namun lupa cara mengabulkannya, sebab sulit menciptakan pertemuan antara aku dan dia.

Sudah hampir satu bulan, Jo tidak ada kabar. Apakah hanya aku yang sibuk menjadi wanita penanti kabarnya, ternyata tidak. Ibu setiap pagi seusai sarapan menanyakan padaku, "Cinta, bagaimana kabar Jo dan keluarga?." Aku hanya menggelengkan kepala sebagai isyarat ketidaktahuan ku pada hal tersebut. Kabar dari Jo, semakin mahal harganya.

Ujian Akhir Semester empat telah tiba, tepat dimana Joshua dan aku sudah satu bulan tak berkabar. Aku hampir lupa, kapan terakhir kali ia menyematkan perhatiannya kepadaku melalui SMS atau Whatsapp. Harusnya, ia menyemangatiku supaya IP-ku meningkat, namun itu khayal belaka.

Aku belajar menenangkan diri untuk terbiasa tanpa kabar darinya. Menyibukkan diri dengan membaca buku dan jarang menggunakan handphone. Jika ditanya perihal rindu, aku juara. Aku merindu pada dia yang dikejauhan, namun tak tahu apakah ia sebaliknya demikian.

Hingga pada akhirnya, rasa penasaranku semakin tinggi. Sesekali aku mencoba menghubungi nomor handphone nya, namun lebih sering tidak aktif. Semua akun media sosial ia tutup. Ibuku juga berusaha menghubungi orangtua Jo, namun mereka selalu mengabarkan bahwa Jo baik-baik saja, Jo hanya ingin konsentrasi kuliah.

Itu bukan Jo!, Jo tidak pernah menjadi penyendiri walaupun ada masalah. Jo selalu memberi kabar lewat pesan Whatsapp meskipun hanya, “Jaga kesehatan Rum, semangat kuliahnya.”

        

Kamis, 16 November 2017

CHILDHOOD Part 2 - Biar Cinta diam saja

Dunia baruku sudah ku mulai, jenjang kuliah dengan segala kesibukan baru, OSPEK, teman baru, kontrak kuliah, dan lain sebagainya. Aku tetaplah Cinta yang selalu menunggu Jo.

Kami tetap mengusakan untuk tetap berkomunikasi ditengah padatnya kesibukan kami berdua. Jo tetap perhatian padaku, tetap menjadi pria yang spesial untukku. Memang benar, bahwa sahabat sejati tetap dekat walaupun jauh pada jarak.

Tepat pada Tahun Ajaran baru, yang seharusnya aku dan Jo menikmati libur panjang, justru kami tetap sibuk di kampus, sebab kami ikut serta menjadi anggota BEM yang harus membantu agenda pengenalan lingkungan kampus.

Di kampusnya, Jo menjadi kakak senior yang digemari oleh adik tingkatnya. Bagaimana tidak, Jo memang tidak begitu tampan, namun memiliki daya tarik tersendiri pada wajah dan cara ia bersikap.

Aku mulai tidak begitu respect ketika melihat beranda Facebook Jo, dipenuhi oleh mahasiswa - mahasiswa  baru yang cantik dan menarik. Mereka menjadi seperti fans nya Joshua, selfie bersama Jo, kemudian memposting di sosial media dan menandai Jo.

Hatiku entah mengapa merasa tidak nyaman dengan semua itu. Memang kini, Jo terlihat lebih keren dibandingkan dia yang dulu aku kenal. Aku hanya menikmati keadaannya dari kejauhan, Jo terlihat nyaman menanggapi para mahasiswa baru yang mendekatinya.

Jika manusia boleh marah ketika kecewa, namun tidak dengan aku. Aku hanya diam, sebab aku bukan wanita yang lebih menarik dibandingkan mereka. Aku tidak bisa berdandan, apalagi memakai eyeliner yang ribet itu. Aku hanya wanita yang doyan memakai baju gamis, jilbab polos dan hanya memakai lipstik dengan polesan tipis saja.

Semakin hari, Jo mulai bersikap beda. Ia tidak lagi begitu sering memberiku kabar, meskipun weekend dan tanggal merah sekalipun. Aku bertambah kecewa, menahan untuk terus diam, diam, dan diam.


~~~~~~~

Rabu, 15 November 2017

Kamu, atas kehendakNya

Ada rindu membisik telingaku
Mengembalikan semua momen yang usang di pikiranku
Cara-Mu begitu indah
Memisahkan pada 1 yang kini menjadi 2

Memang benar,
Kamu akan diuji pada kebahagiaan yang kau anggap hakiki
Menjadi angkuh kala bahagia selalu meliputi
Menjadi pelupa akan sekitar yang selalu menjadi pemerhati

Bisa jadi,
Kamu adalah figur dari arti sabar
Menjadi pribadi yang percaya bahwa Allah
Maha Pemberi manis di sekian pahit yang dirasa

CHILDHOOD Part 1 - Tumbuh dan Menghilang


 


Pagi itu tidak ada yang berbeda, aku mengamati sudut demi sudut ruangan kamar yang sengaja aku hias penuh dengan Love Quotes mungkin karena sesuai dengan namaku, yaitu Cinta Sekar Arumi.

Suasana saat itu mendukungku untuk termangu di bibir jendela kamar dengan ditemani lagu Cover Mike Mohede – Sahabat Jadi Cinta. Lagu lama namun tidak pernah bosan aku mendengarnya. Tiba–tiba, aku tersenyum kecil dan teringat kepadanya. Dia adalah Joshua Christian Lubis, sahabatku sejak kecil hingga saat ini, sebut saja Jo.

Membuatku flashback, dan tertarik untuk melihat album foto yang sudah lama tak aku jamah, berdebu dan warnanya mulai memudar. Kudapati, fotoku bersama Joshua saat TK, bertopi hijau, seragam berompi dan wajah yang masih terlihat menggelikan. Sudah lama tak jumpa, kini Joshua sedang melanjutkan pendidikannya di salah satu Universitas Negeri di Yogyakarta. Dia, yang selalu kusuka, saat memakai topi secara terbalik, kulitnya hitam manis, dengan mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek.

Lima tahun yang lalu, terakhir aku bertemu dengannya. Lebih dari separuh perjalanan hidupku, ia saksinya. Bagaimana tidak? Rumahnya hanya berjarak 100 meter dari rumahku. Ibuku dan ibunya teman sejak kecil, terbayang sudah, bagaimana kedekatanku dengan Joshua. Apapun yang terjadi pada keluargaku, bahagia bahkan sedih sekalipun, keluarganya yang selalu siap siaga membantu. Meskipun terdapat perbedaan mendasar dari kedua keluarga kami, bukan menjadi sebuah alasan untuk selalu dekat dan saling membantu.

Kuingat dengan jelas, bagaimana semua kejadian aneh, lucu, dan mengesalkan yang terjadi bersamanya. Bermula dari berebut mainan, berkelahi, hujan–hujanan, demam bersama.

Saat itu, kami kelas VIII SMP, aku dan dia bermain sepeda bersama di taman saat hujan dan membuatku terpeleset hingga terjatuh kedalam lubang galian yang cukup dalam. Aku kesakitan hingga pingsan, tangan kananku patah, dan bagian tungkai kiri ku berdarah karena tertancap pecahan gelas kaca di dalam lubang.

“Arum, Rum bangun!,” Joshua mencoba membangunkanku berulangkali dengan wajah  cemas.

Itulah Jo¸ketika semua orang memanggilku Cinta, hanya dia yang memanggilku Arum, supaya berbeda dengan yang lain, katanya.

Karena, sekitar hampir tiga menit, aku tidak sadar. Joshua mengangkatku dan berlari bersama derasnya hujan, beruntungnya jarak rumahku dan taman hanya sekitar 300 meter saja. Sesampainya dirumah,
           
“Permisi tante, aku minta maaf”, ucap Josh dengan pakaian yang basah kuyup dan  raut wajah bersalah.
             
“Iya nak, mengapa Cinta? Astaghfirullah, kakinya luka parah, sini masuk dulu”, ucap ibu dengan raut wajah penuh kecemasan.

Sembari ibuku menunggu dokter tiba dirumah, Joshua menceritakan semuanya kepada ibuku. Ibu tidak marah sama sekali saat itu. Ibu malah meminta Joshua untuk pulang kerumahnya, karena bajunya sudah basah kuyup, ibu takut ia akan sakit.

Joshua dan keluarga memutuskan untuk pindah rumah ke Yogyakarta karena suatu alasan. Kuingat jelas sekali, dua hari setelah hari ulangtahun ku ke–17 tahun, ia berpamitan dengan raut wajah yang sebelumnya belum pernah  ku lihat.
   
“Rum, berapa tahun kita kenal?”, tanya Jo dengan suara lirih.

“Tujuh belas tahun Jo? Kenapa?”, jawabku.

“Ahhhh, tiba-tiba sedih gini. Makasih ya Rum, kamu sahabat yang paham banget sama watakku, aku pamit mau pindah rumah ke Yogyakarta. Kamu jaga diri baik–baik, hati–hati kalo mau pergi kemanapun. Makasih ya Rum, kamu adalah wanita terdekatku setelah mama", Jo menatap mataku dalam dalam.

Yaudah geh Jo, Jogja gak sejauh Amerika kan? kita masih bisa bertemu”, jawabku dengan nada bercanda.
     
“Serius bentar geh Rum, besok aku berangkat ke Yogyakarta, entah kapan balik lagi ke Lampung, disana ada urusan yang urgent ”, Jo makin menatapku serius.

Lima tahun sudah, aku dan Joshua tidak bertemu. Kami masih saling mengusahakan untuk tetap berkomunikasi melalui media sosial. Meskipun, kedekatan kami tidak seakrab dulu. Aku yang sudah sibuk di dunia pekerjaanku sebagai guru, dan Jo yang sibuk dengan studi S2-nya membuat hubungan kami semakin renggang.

Hingga saat ini, Jo tidak pernah memberiku alasan mengapa ia harus pindah ke Jogja dan menetap disana selamanya.

~~~~~~~~~~

Selasa, 14 November 2017

Rina Nose Melepas Hijabnya



Foto Rina Nose saat berhijab dan kini (kanan)

Siapa yang tidak mengenal artis cantik dengan bakatnya dalam bidang host, tarik suara, serta berbagai leluconnya yang tidak sengaja ia lakukan namun  membuat para penonton tertawa. Sebut saja Rina Nose, salah satu host di acara Dangdut Academy ini sedang menjadi trending topic on this weekend. 


Wanita asal Bandung itu, September 2016 lalu memutuskan untuk mengenakan hijab sebab alasan yang logis. Di antaranya yakni menjalani perintah agama dan menjauhkan diri dari perbuatan buruk.
"Satu, untuk menghormati diri sendiri. Kedua, untuk mencegah keburukan, seperti pelecehan seksual, perselisihan antar sesama wanita karena rasa dengki akibat aurat yang terlihat. Dan alasan utama kenapa aku mengenakan hijab adalah sebagai bentuk kepatuhan dan penyerahan diri kepada Allah," papar Rina Nose. Banyak kerabatnya, terutama rekan host-nya, Ramzi dan Irfan Hakim turut bahagia ketika Rina memutuskan demikian.

Netizen yang melihat perubahan tersebut pun banyak memaparkan komentar positif. Rina terlihat lebih cantik, anggun dan tetap modis dengan hijabnya. Namun, siapa sangka pada tanggal 9 November 2017, Rina tampak tampil dilayar kaca tanpa memakai hijabnya. 


Dan, ia pun memposting salah satu potonya di instagram tanpa mengenakan hijab dengan rambut di urai dan lipstik berwarna merah di bibirnya. Ia memaparkan caption yang menyinggung tentang pengalaman dan pergulatan batin

Rina adalah salah satu artis yang sedikit tertutup tentang kehidupan pribadinya. Namun, keputusan ini pun sudah ia pikirkan cukup lama. Banyak komentar kekecewaan dari netizen perihal tersebut.


Namun, Rina tidak terlalu menggubrisnya. Ramzi dan Irfan pun tidak banyak komentar tentang keputusan rekan kerjanya tersebut. Rina juga sudah paham akan risiko yang ia terima setelah memutuskan melepas hijabnya.


Ia mengatakan bahwa jika nanti ia memilih untuk berhijab kembali, itu semua ia lakukan karena niat, bukan permintaan orang lain.


ODOP Challenge - VIII

Minggu, 12 November 2017

Hobi itu bahagia sesungguhnya

Banyak orang mengeluh akan juang yang tak berbuah
Banyak orang meminta lebih ketika kurang
Banyak orang menjadi pemurung seketika sulit melanda
Banyak orang mudah menyerah ketika semuanya membuat lelah

Kamu paham mengapa banyak orang menyukai mendaki
Mereka memahami artinya berjuang
Hingga lelah, berdarah berulang
Merasakan apa artinya lelah dan ingin menyerah

Lalu?
Mengapa mereka mencintai hal yang membuat mereka lelah berulang?
Mengapa saat di tengah pendakian tidak ingin berhenti lalu berbalik pulang?
Mengapa banyak darah yang dihasilkan tak membuat mereka menyerah?

Sebab,
Mereka meyakini
Ada indah yang akan mereka gapai
Ada manis yang akan mereka dapat

Pendaki hebat tidak pernah ingin pulang
Jika puncak belum mereka tapak
Pendaki hebat tidak pernah merasa lelah
Jika indah belum mereka dapat

LOVE is BLIND

Semenjak hadirnya dia
Kamu menjadi bahagia
Sempat dibutakan akan semua
Selalu mengutamakannya

Mungkin kamu sedang jatuh cinta
Hingga dua mata mu memandang satu saja
Hingga matamu hanya mendengar celoteh indah darinya
Selalu dia, dia, dan hanya dia

Jika kamu berbahagia, tersenyumlah
Sebab, menjadi bahagia tidak mudah
Namun, jika suatu saat kamu merasa susah

Percayalah, sesungguhnya mata mereka siap mengikuti sedihmu
Percayalah, sesungguhnya telinga mereka siap mendengar keluh kesahmu
Dan percayalah, ada DIA yang menunggu curhatan indah di setiap 5 waktumu

Zero be Hero

Jangan menjadi penjahat
Memaksa hebat namun keliru
Jangan menjadi perampok
Memaksa kaya namun keliru

Menjadi 100 yang dianggap sempurna
Tidak akan pernah instan
Tidak akan pernah sekejap
Jika ada, itu hanya cobaan dan kebetulan

Allah mendengar suara tasbihmu
Selirih apapun suara itu
Allah melihat usahamu
Sekeras apapun itu

Jika jatuh itu sakit
Teruslah berjalan
Berhati-hati namun pasti
Bersabar dan terus rendah hati

Sebab,
100 selalu diteman 2 nol dibelakang
Jika angka 1 hilang, sesungguhnya ia tidak berarti apa apa

24 Jam

Pagi adalah harapan
Siang adalah usaha
Malam adalah hasil
Begitu seterusnya

Permasalahan hidup terkadang tumpat
Mencuat pada otak dan menuntut bahagia
Menghakimi diri dan berakhir pilu
Sungguh, berlarut tidak pernah baik

Jika 'malam' yang kamu tunggu masih belum indah
mungkin 'pagi' dan 'siang' belum kamu maksimalkan
Tetaplah ikhtiar, Allah akan memberi
Jika tidak hari ini, mungkin esok hari

Kamis, 09 November 2017

Kamu, PAS (2)

Sebab bahagia, aku tertawa
Hati yang telah pulih pada waktunya
Karena datangnya kamu yang luar biasa Menjadi pemanis alami kala pahit dirasa

Aku punya hati
Namun, buka penguasanya
Aku bisa menyimpanmu didalamnya
Namun tidak bisa ku cegah datangnya dia

Kamu dan dia
Sama - sama punya rasa
Sama - sama aku suka
Sama - sama memiliki senyawa

Lalu?
Apakah aku berlebihan?
Tidak berniat demikian namun terjadi
Tidak membuat namun berhasil

Berhasil membuat hatiku layaknya gado
Bercampur tak karuan bagai wanita yang keliru
Keliru bersikap diantara dua hati
Saling mengharap namun menghargai

Biar daunnya terbawa angin
Mengarah tuk menghampiri atau mah pergi

Kamu PAS (1)

Hatiku bagai ruang
Tak beratap namun berpintu
Tak terbuka namun tak tertutup
Sebab jera berdesalan menghampiri

Ku putuskan membuka dengan perlahan
Biar daun jatuh berhamburan
Berantakan namun indah
Berterbangan namun terarah

Ku sebut ia pemulih jera
Tak ku minta namun selalu ada
Menjadi pengubah goresan luka
Kini menjadi gorensan cinta

Kamu adalah desah angin kala hujan
Mengarahkanku pada temu ketika rindu sudah tak berkawan
Memintaku menjadi aktor terbahagia
Kala ada pemeran baru yang selalu setia

Ku sebut cinta,
Pada banyaknya jera yang tak terduga

Selasa, 07 November 2017

Love from 0 mdpl



Hempasan angin yang terus menggiring
Deburan ombak yang terus bergulung
Lambaian pohon yang kian memikat
Pemandangan indah yang selalu terlihat

Kau tampak indah pada setiap waktu
Memberi hangat ketika surya terbit
Memberi manis ketika surya terbenam
Membuatku cinta ketika temu-ku padanya

Sebab, kamu adalah alasan cinta
Kala ia mengenalkanku padamu
Bahwa Tuhan pemilik keindahan
Pada setiap apa yang Ia ciptakan

Lampung,  7 November 2017


Senin, 06 November 2017

Penikmat pahit, penanti manis

Banyak buruk yang tak kau ketahui
Semisal aku yang mencandu pada apa yang ku mau
Menjadi dekatmu pada kini yang jauh
Menjadi jawaban pada apa yang dipertanyakan

Aku tak meminta mengenalmu sebelum ini
Sempat acuh lalu mendekat layaknya urat nadi
Aku tak meminta kamu menjaadi akhir dari cerita ini
Sebab film tidak selalu ber-ending bahagia

Aku adalah terpasrah
Menjadi penunggu tanpa dibatasi waktu
Menjadi getir kala manis hanya sedikit membesit
Namun aku suka, sebab menantimu adalah kejutan

Kejutan untuk berakhir bahagia
Atau malah menjadi bahagia dengan yang lain
Percayalah, sebab hidup hanya persoalan beruntung dalam mendapat
Mendapat bahagia setelah duka, atau malah sebaliknya


Sajak dalam gelap

Kau adalah sajak
Pada malamku yang kian gelap
Kau adalah rindu
Pada angin yang terus berhembus dan tak tau malu

Kusebut kau "kebiasaan"
Kala aku yang terbiasa menunggu
Kala aku yang terus menahan rindu

Lalu siapa yang perlu dipertahankan?
Sajak, rindu, atau kebiasaan?
Dan semua itu tak lain hanya "kamu"

Jangan

Jangan bersedih
Bila masa lalumu sempat tinggalkan luka
Sebab, kamu tinggal di masa kini

Jangan pilu
Bila pribadi masih jauh dari "baik"
Sebab, hidup berawal dari proses

Jangan baper
Bila dia mengatakan cinta padamu berulangkali
Sebab, cinta karena Allah tak berucap, namun terlaksana

Kamis, 02 November 2017

Malaikat Penolong Memang Benar Adanya

Emm, berbicara tentang hal ini. Semua pasti pernah menemukannya. Baik secara kebetulan, ataupun tidak. Begitupun dengan aku, menemukan manusia yang belum atau sudah kenal, lalu membantu ketika aku dihadapkan pada kesulitan, meskipun terkadang hal itu terjadi diluar logika sekalipun.

Yaa, tepat tahun lalu dimana aku masih sibuk kuliah semester akhir, menuju Skripsi. Aku memutuskan untuk tidak ngekos lagi sejak semester 5, sebab jumlah SKS yang tersisa hanya mata kuliah Skripsi dan Metode Penelitian 2. Jadi, aku memilih untuk PP alias Pulang-Pergi dari rumah ke kampus, yang menempuh perjalanan selama 1 jam jika kondisi perjalanan lengang dan kecepatan 70-80 km/jam dengan mengendarai sepeda motor.

Jika kuliah mulai pukul 7.30, terkadang berangkat pukul 06.00 pagi dengan tujuan berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal di jalan, bisa telat kuliahnya. Tidak jarang, sudah sampai kampus kedinginan dan dosen berhalangan hadir, hehe terkadang dunia perkuliahan sekonyol itu. Hingga pada akhirnya, tibalah dimana aku harus lebih berjuang dan berubah nama menjadi "Pejuang Skripsi."  Hari-hari yang semula berkumpul dengan teman itu mudah, nyatanya jika sudah punya kewajiban memperjuangkan hak kelulusan, akan sibuk masing-masing.

Menyatukan jadwal dengan dosen pembimbing bukanlah hal yang mudah, mahasiswa bisa bimbingan, dosennya yang lagi sibuk, ini itu segala macam. Bukan hal yang jarang juga, ketika sudah sampai kampus, mood  dosen sedang tidak baik dan membatalkan jadwal bimbingan secara tiba-tiba. Memang benar terkadang, bahwa keputusan dosen seperti dewa. Dapat berubah sewaktu-waktu dan terkadang menyulitkan nasib mahasiswa yang sudah bersemangat penuh mengejar wisuda.

Aku nyaris menyerah, ketika dua minggu tidak menghasilkan apapun karena kesibukan dosennya. Sedangkan, temen-teman yang lain sudah ada yang seminar proposal dan sudah menuju penelitan. Lalu aku? hampir tertinggal jauh sekali. Menangis karena batinnya juga lelah sudah sering kulakukan. Kehujanan. kepanasan, demam, masuk angin, magh kambuh, itu hal biasa selama memperjuangkan hal ini. Sering berangkat pagi lalu pulang petang dan tidak ada hasil yang membahagiakan. Bukannya kurang bersyukur, tapi menjadi tegar dan kuat bukan hal yang mudah.

Dalam perjalanan, aku akan melewati beberapa daerah yang sepi dan rawan. Mayoritas penduduknya Lampung yang lumayan keras, sering terjadi perang juga disana. Bahkan, saat aku melintas jalan itu, jalanan brgitu ramai polisi dan brimob yang bertugas. Aku benar-benar sendiri hanya ditemani jantung yang berdegup lebih cepat layaknya orang yang sedang dilanda asmara.

Sialnya lagi, motorku pernah bocor di daerah tersebut sekitar pukul 17.00 sore hari dalam perjalanan pulang. Hal yang menyedihkan adalah, tempat tambal ban yang jauh dari lokasi kejadian, aku bertanya pada orang sekitar. Mereka berkata bahwa tempat tambal ban masih 1 kilometer lagi, dan belum tentu masih buka sore begini.

Masya'Allah, beruntungnya saat itu aku tidak sendirian, aku ditemani saudaraku. Rasa bingung, takut dan lain sebagainya meliputi pikiranku, sesore itu harus mencari tempat tambal ban. Tiba-tiba, malaikat penolong datang, mengantarkanku ketempat tambal ban yang terletak di sekitar TKP. Beliau adalah seorang bapak-bapah paruh baya, aku lupa bertanya namanya. Saat kami tiba di bengkel sekaligus tempat tambal ban tersebut, beliau bilang, "dek, jangan keluarin handphone ya?", awalnya aku bingung, mengapa demikian, namun aku hanya menganggukkan kepala menunjukkan "iya."

Memang, saat itu sudah pukul 17.25 dan bengkel ramai sekali dipenuhi pemuda-pemuda yang sedang ngobrol menggunakan Bahasa Lampung asli, dan aku kurang paham artinya. Beliau tiba-tiba bercerita, "disini daerah rawan dek, anak-anak kecil, bujang-bujangnya bawa badik (senjata tajam sejenis pisau kecil), dulu pernah ada dua perempuan juga di begal, diminta motornya, tapi mereka ngelawan, akhirnya sama begalnya dibacok, meninggal dek."

Setelah mendengarnya, aku dan temanku saling bertatap mata dan menelan ludah. Bagaimana tidak, kami berada di daerah rawan, hanya berdua dan perempuan, tidak ada yang dikenal. Aku meminta bapak itu untuk meninggalkan kami, namun beliau menolak. Alasannya adalah, "dek, kalo kalian ditinggalin disini, bahaya dek, udah gapapa aku tungguin sampek selesai.Subhanallah, mungkin Allah benar-benar mengirimkan malaikat penolong untuk kami.

Hingga pada akhirnya, ban motorku sudah selesai ditambal pukul 18.30. Aku mengucapkan terimakasih ke pada bapak yang sudah menolong kami, memberikan sedikit uang sebagai ucapan terimakasih atas bantuannya, ya itung-itung buat beli rokok, namun beliau menolaknya dengan alasan ikhlas menolong kami.Bapak itu luarbiasa baiknya, semoga kebaikan pun selalu meliputi beliau.

Kami melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit lagi menuju rumah dan sampai sekitar pukul 19.10. Pengalaman memang mahal harganya, selalu tersimpan dalam pikiran selamanya. Sesampainya dirumah, aku menceritakan kepada ibu dan bapak, ibu berkata, "apa yang kamu tanam, itu yang kamu dapatkan ndok." Ibu mengajarkan selalu bersikaplah baik kepada semua orang, maka kebaikan akan berbalik kepadamu, walaupun jika nanti yang membalas bukan yang pernah dibantu.

Selang beberapa bulan kemudian, sepulang aku bimbingan skripsi, ibu menelpon aku dengan tujuan menitip untir-untir beberapa kilo. Aku membawa uang 150 ribu rupiah, tidak banyak uang yang aku bawa saat itu. Sebab, perkiraanku uang itu akan tersisa jika hanya dikurangi untuk makan siang dan mengisi bensin saja untuk perjalanan pulangnya. Ternyata, perkiraanku salah, aku telah gagal menjadi seorang dukun.

Setelah membeli titipan ibu, makan siang dan bensin, uang yang tersisa didompet hanyalah 12 ribu rupiah. Harapan terbesar adalah, semoga di perjalanan tidak ada halangan apapun dengan persiapan uang sekian. Namun, mungkin Allah sedang menguji nyaliku saat itu, motorku kembali bocor di daerah sepi penduduk. Tempat tambal pun sangat jarang ada, jika pun ada, sangatlah sepi dan menakutkan bagiku, sebab aku perempuan dan hanya seorang diri.

Dengan berat hati, aku nekad saat itu, membiarkan motorku dalam keadaan bocor untuk terus kukendarai hingga menemukan tempat tambal ban di daerah yang tidak sepi dan rawan. Aku melewati jalan yang dipenuhi dengan pepohonan, hanya ada sedikit rumah disana. Selain itu, aku melewati lagi daerah kejadian perang yang kuceritakan sebelumnya. Ingin rasanya aku berhenti dan menambal ban motorku. Sebab, mengendarai motor dengan ban belakang bocor sangatlah tidak nyaman dan menakutkan. Namun nyaliku belum mampu untuk berhenti dan menanggung risiko lebih besar, jika harus sendirian di bengkel tersebut.

Aku terus mencoba bertahan dengan kondisi ban yang semakin tidak nyaman. Hingga akhirnya kawasan rawan sudah kulewati, dan aku menemukan tempat tambal ban, Alhamdulillah. Selama ban motorku ditambal, yang ada dalam benakku adalah, semoga ongkos-nya a tidak lebih dari 12 ribu. Karena biasanya ongkos menambal ban hanya 5 ribu rupiah.

Hingga hampir 30 menit kumenunggu, orangnya bilang, "mba, ini ban-nya sudah tidak bisa ditambal lagi, karena pakunya sudah tembus sampai ban dalam, bisanya harus ganti ban dalem ongkos-nya 35 ribu rupiah, gimana?." Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya aku mengiyakan tawaran tersebut dan segera menghubungi keluarga untuk mengantar uang, namun tidak ada yang dapat dihubungi, karena hari itu bertepatan dengan sepasaran bayi anak ke dua kakak perempuanku, jadi mereka sangatlah sibuk dan tidak ada yang memegang handphone.

Setelah beberapa menit kemudian, ban motor sudah selesai ditambal, namun aku belum mendapatkan tambahan uang. Akhirnya aku bicara apa adanya kepada pemilik bengkel, dan bernego untuk meninggalkan KTP dan aku akan kembali membayar ongkos kurangnya. Namun, beliau tidak percaya begitu saja, karena beliau sudah pernah ditipu, ditinggalkan KTP namun orangnya tidak kembali lagi. Ya Tuhan, ternyata memang tidak semua orang akan percaya kepada  diri kita, terutama orang yang baru kenal.

Dua sahabatku kuliah berniat menjemputku, namun aku menolaknya. Sebab, jaraknya lumayan jauh jika mereka menjemputku setengah perjalanan lebih. Akhirnya, aku mempunyai ide untuk chat grup PMR SMA-ku dan meminta tolong kepada mereka. Cukup lama aku menunggu balasan chat-nya, mungkin karena mereka belum pulang sekolah dan handphone  masih dinonaktifkan dan diletakkan didalam loker kelas. Tiba-tiba ada yang merespon chat-ku namun tidak bisa membantu, karena hari itu sedang ekstra PMR di sekolah. Tiba-tiba ada yang menelponku.

"Kak Tina, dimana?, ini Johan."

"Di ******g dek, bisa minta tolong?," kuceritakan dengan jelas apa yang sedang terjadi.

"Iya kak, tunggu sebentar ya, saya OTW," ia matikan telpon itu dengan segera.

Aku menghela nafas lega. Lagi-lagi ada malaikat penolong yang dikirim Allah untukku, Alhamdulillah, Allah sungguh baik. Waktu yang dibutuhkan dari rumahku ke tempat tambal ban itu sekitar 25-30 menit. Tiba-tiba siang yang terik itu, pahlawankum Johan datang dengan jaket putih, celana levis pendek dan tidak mengenakan helm. Wajah bahagiaku kembali muncul, bagaimana tidak, mungkin jika tidak ada dia, bisa sampai sore aku menunggu bantuan datang. Dia memberikan uangnya lalu mengiriku dibelakang pelan-pelan sampai rumah. Alasannya, ngejaga kak Tina dari belakang, kalo ada apa-apa lagi nanti.

Johan adalah anggota PMR angkatan XVI, selisih enam angkatan dariku. Kami kenal belum begitu lama, sebab kala itu dia masih baru resmi dilantik menjadi anggota PMR angkatan XVI. Berbincang dengannya pun hanya beberapa kali dan itu tidak secara personal. Yang terlintas dalam benakku adalah, ketika orang yang baru kukenal dalam hitungan hari, rela ngejemput jauh demi nolongin kakak PMR-nya yang baru ia kenal. Aku sempat terharu dan mengucapkan banyak terimakasih kepadanya.

Sesampainya dirumah, aku menghubungi Johan dan mengucapkan terimakasih kembali. Jika tidak ada dia, entah  bagaimana nasibku. Karena kejadian itu, aku dan Johan berhubungan akrab hingga saat ini. Bahkan hingga hari ini, Johan dan salah satu sahabatnya, Ricky adalah dua diantara banyak anggota yang masih selalu setia loyal dalam hal apapun, terutama tolong menolong. Mereka adikku, saudaraku, malaikat penolongku.

Sungguh, dalam hidup belajarlah terus untuk berbuat baik, sebab ia adalah bibit yang terus kau rawat selama hidup. Lalu ketika berbuah, segeralah kau cicip. Manis atau pahit, itulah hasil jerih payah mu selama ini. Tidak ada kerugian bagi siapapun yang berbuat baik, bukankah hidup hanya sekedar menanam dan memanen.

"You Get what You Gave" 
Kamu akan mendapatkan apa yang telah kamu berikan.




Kiri (Johan Mega) dan Kanan (Ricky Vicra)

Rabu, 01 November 2017

Sebab, jalanmu berbeda

Jalan yang kau temui
Selalu tampak beda dengan yang lain
Jalan yang kau tapaki
Terkadang lebih menyakitkan dibanding yang lain

Tuhan begitu adil
Membuat skenario berbeda pada setiap apa yang telah DIA ciptakan
Tuhan begitu hebat
Melibatkan segala rasa pada setiap alur yang dijalani

Jadikan jalan terjalmu, indah
Jika berbatu, berjalanlah pelan namun pasti
Jika tidak, jangan berlari dan berhati hati
Sebab, Tuhanmu menyukai ia yang selalu mawas diri

Dream, Wake up, Prove It!

Di setiap kehidupan, Tuhan selalu memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk bahagia. Definisi bahagia, salah satunya adalah dapat m...