Cinta itu kayak marmut lucu, warna merah jambu. Yang berlari disebuah roda, seolah berjalan jauh, tapi gak kemana-mana, gak tau kapan berhenti, Ku jatuh cinta.
Sebait lirik lagu yang membuatku tersenyum di depan layar
laptop. Malam itu, aku buka kembali folder folder lawas di galeriku, berisi banyak foto,
screenshotan tentang dia, yang sudah lama tak ku jumpai. Jika diminta untuk
menceritakan cinta pertama, aku tidak tahu kapan dan siapa orangnya. Mungkin
ada satu yang berkesan hingga saat ini, sebut saja Shaka.
Cinta pertama, aku mulai saat di bangku SMA kelas XI, dengan
dia yang baru saja diterima di satu SMA yang sama denganku. Bermula hari
terakhir MOS, setiap ekstrakurikuler wajib menampilkan parade (pengenalan
ekstrakurikuler). Aku melihatnya, dengan topi kardus dan name tag menggantung
di lehernya. Saat parade selesai, aku memutuskan untuk makan di kantin sekolah.
Karena di SMA ada sebuah adat kesopanan, dimana setiap siswa baru yang biasa
disebut menjadi siswa junior wajib menyapa kakak kelasnya.
“Selamat pagi kak,” sapanya dengan senyuman.
“Pagi,” jawabku dengan membalas senyuman itu.
**********
Tahun Ajaran baru dimulai, setiap siswa baru wajib memilih
salah satu ekstrakurikuler yang akan ditekuninya. Saat itu, jadwal piketku
menjaga basecamp selama waktu pendaftaran ekstra dibuka dan Shaka, mendaftarkan
dirinya di ekstra yang sama denganku.
“Permisi kak, mau mengantarkan formulir,” kata Shaka sembari
menyodorkan selembar kertas.
“Oh iya, nanti silahkan ikut kumpul ya, hari Jum’at,”
jawabku dengan ramah.
**********
Hari Jum’at telah tiba, agendanya adalah “Welcome to *****”,
aku sebagai salah satu pengurus di ekstra itu, mengenalkan diri di depan kelas.
Kami sharing bersama, menceritakan pengalaman kepada mereka, anggota baru.
Setiap kakak Senior wajib menuliskan nomor handphone di papan tulis, guna
memudahkan anggota baru ketika bingung atau ingin lebih dekat dengan semua
kakak angkatan. Shaka adalah salah satu junior yang aktif dan antusias di dalam ekstra, membuatku respect kepadanya.
Ternyata Shaka adalah teman sekelas adik ponakanku, yang
kebetulan juga tidak jauh rumahnya denganku. Akses kami untuk berkomunikasi
semakin mudah, dia mengirim pesan untuk pertama kalinya.
“Maaf kak, saya Shaka, mau bertanya hari Jum’at besok apakah
ekstra?,” sapanya melalui pesan singkat.
“Iya dik, tolong informasikan kepada teman-teman yang
lainnya ya?,” balasku.
“Siap laksanakan kak hehe,” jawabnya.
***********
Semakin hari kami semakin dekat, entah bagaimana awal
mulanya, kami menjadi sering chatting. Bahkan ia pun juga sering silaturahmi ke
rumahku. Mungkin itu salah satu alasan, mengapa aku dan keluargaku bisa sangat
akrab dengannya. Hingga tanpa kami sadari, ada sebuah rasa yang mulai aneh
didalam hati. Shaka dan aku hanya terus diam tentang perasaan, namun terlihat
sama-sama memiliki hal itu. Karena ada sebuah prinsip di ekstra kami, dilarang
pacaran dengan anggota ekstra yang sama.
Sempat suatu hari dimana aku sedang berulang tahun, tiba-tiba
ia datang memberiku sebuah kejutan dengan kado jam tangan couple yang telah ia bawa. Ibu dan
bapak mengetahui hal itu sambil tersenyum.
“Kha, kok repot-repot,” ucap Ibu.
“Mboten buk, namung kado alit,” jawabnya dengan sopan.
Shaka sama sekali tidak canggung ketika berbincang dengan
orangtuaku, bahkan orangtuaku sudah menganggap Shaka seperti anaknya sendiri, mengajak
makan bersama, sudah bukan hal yang awam lagi untuk keluargaku. Tiba dimana
Shaka mengajakku bertemu, untuk membicarakan sesuatu yang penting ujarnya.
menyatakan perasaannya kepadaku saat itu, mengucapkan semua yang ia rasakan
selama ini tanpa ada jeda di hadapanku.
“Mbak, boleh gak aku punya rasa yang lebih? Boleh gak aku
punya rasa sama orang yang udah aku anggep keluarga?,” tanya Shaka serius.
“Boleh aja lah, asal gak sedarah kan gak haram Kha,” jawabku
dengan santai.
“Yaudah Mbak, makasih udah ngizinin punya rasa itu,” jawab
Shaka dengan tersenyum
Sekujur tubuhku serasa kaku, mataku tak berkedip sedikit
pun. Masih tak percaya dengan apa yang diucap Shaka. Aku yang berusaha
memendam, dia justru terbuka. Perihal rasa, orangtuaku pasti lebih paham
mengenai hal ini, Shaka adalah pria pertama yang aku kenalkan kepada Ibu dan
Bapak. Mungkin dapat disimpulkan bagaimana kedekatan aku, Shaka, dan keluarga.
Aku dan Shaka memutuskan untuk tetap berteman baik tanpa
sebuah ikatan. Prinsip kami adalah, “Jika jodoh tidak akan tertukar.” Namun
selama hampir dua tahun aku mengenalnya, aku tidak merasakan sedih sekalipun,
dia yang selalu mengingatkanku untuk lebih dekat dengan Allah setiap harinya,
bahkan membangunkanku untuk saur ketika bulan Ramadhan. Hingga aku yang terlalu
percaya bahwa dia adalah pria dengan agama yang cukup baik.
“Kha, kemana? Kok seharian ga SMS?,” tanyaku melalui SMS.
“Baru pulang dari ibadah, maaf baru sempet ngabarin,”
jawabnya.
“Ibadah? Dimana?,” balasku semakin penasaran.
“Iya, sembahyang di Vihara,” balasnya.
Aku letakkan handphone ku diatas tempat tidur, melamun
sejenak. Agama dia apa? Kok sembahyang?. Beberapa jam kemudian, aku mengirimkan SMS ke salah satu
teman dekatnya Shaka.
“Dik, mau tanya,” ucapku.
“Apa kak?,”jawabnya.
“Agamanya Shaka apa sih?.”
“Budha kak.”
Aku terdiam sangat lama, hingga aku merasakan seperti wanita bodoh malam itu. Shaka, yang tiap kali teman-temannya sholat di masjid, ia selalu mengikuti ke masjid. Tiap kali puasa Ramadhan, ia bagaikan orang yang sedang puasa, bahkan setiap kali sholat 5 waktu, ia selalu mengingatkanku. Namanya pun tidak mengandung makna Budha sedikitpun, bahkan setiap kali ekstra, dimana ia sudah dilantik menjadi Ketua Ekstra, ia selalu mengucapkan salam dengan baik. Lalu, bagaimana rasa curiga akan muncul, jika dia bersikap seperti seagama denganku.
Sepertinya hanya aku yang benar-benar tidak mengetahui hal sepenting itu. Shaka adalah orang yang baik, sabar, dan luar biasa pengertian, tidak mungkin aku yang hanya wanita biasa tidak menjatuhkan hati padanya.
Aku tahu bahwa cinta tidak pernah ada batas, bahkan tidak pernah ada tuntutan ketika kita akan mencintai seseorang. Shaka bukan pacarku, namun ia berkesan di hidupku, mengajarkan banyak hal terutama perihal kasih sayang. Aku sempat patah karenanya, jika aku mengajaknya untuk menjadi mualaf, terlalu berat. Keluarga Shaka, terutama kakak-kakaknya adalah seorang biksu, bahkan ada yang sudah menjadi biksu di Hongkong. Faktanya, hingga kini ketika aku bertemu dengannya, hatiku seperti menandainya, "Dia adalah orangnya."
Lebih mengejutkan lagi, aku sedang menjalani sebuah hubungan dengan salah seorang pria. Dan wajah hingga watak Shaka ada semua pada dirinya. Aku berfikir bahwa itu hanya sebuah kebetulan semata, dan hanya aku yang berfikiran demikian. Ternyata tidak, teman-teman yang mengetahui kisahku dengan Shaka selalu berkata, kok mirip banget sama Shaka.
Tuhan sungguh merencanakan hal indah tanpa kita sadari, seperti kisahku selama ini dan yang sedang ku jalani.
**SEKIAN**
#TantanganODOP4ke-5 #CintaPertama
Wow..manis banget.
BalasHapusOh Tuhan...
BalasHapusSweet
BalasHapusCakep, manis, serser ngebacanya hihihi
BalasHapusIndah bgt, wajah Shakanya msh kebayang2 kayaknya, heeee...
BalasHapusMah ada tanda bacanya aja yg kelewat, spt spasi, tanda kata ulang "-", dsb
Ini kisah nyata kah?
BalasHapusMasyaallah... doakan semoga hidayah menyentuh hatinya.
BalasHapusAku tiba2 terharu..
Duh shaka
BalasHapusOh shaka
BalasHapusSweet...
BalasHapusAku suka lagunya, dulu sering bgt dengerin lagu merah jambu. ^^
Odipus complex 😄😄
BalasHapusUnnchh 😍
BalasHapusAh....pertama salah kira, ternyata Shaka adalah laki-laki...hahahha..."ternyata, kalau jodoh gak kemana-mana...tetap Shaka"
BalasHapus"kok mirip banget sama shaka"
BalasHapusSemoga dgn yg sekarang ini bukan karena mirip yg dulu 🙈
Ya ampun keren ceritanya..
BalasHapusCinta beda keyakinan, ooh
BalasHapusSo sweet, oh shaka
BalasHapusPerkenalkan nama saya shaka, shaka guna pertamana tepatnya. Tapi bukan shaka yang ada dalam cerita di atas yaa hehee ..
BalasHapushehe shaka dunia fantasi 😁
Hapus